REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Microsoft mengatakan, serangan siber yang melanda 150 negara sejak Jumat harus ditangani oleh pemerintah di seluruh dunia. Serangan siber ini merupakan "panggilan bangun".
Kerentanan perangkat lunak yang disusun oleh pemerintah, ujar Microsoft, menyebabkan kerusakan yang meluas. Seperti dilansir BBC, Senin, (15/5), virus terbaru mengeksploitasi kelemahan di Microsoft Windows yang pertama kali diidentifikasi oleh intelijen AS.
Ada kekhawatiran serangan ransomware semakin jauh saat orang-orang kembali bekerja pada hari Senin. Banyak perusahaan meminta para ahli di bidang siber untuk bekerja selama akhir pekan guna mencegah infeksi baru. Virus ini bekerja dengan mengambil alih file pengguna, kemudian menuntut pembayaran untuk memulihkan akses.
Penyebaran virus melambat selama akhir pekan tapi jeda mungkin hanya singkat. Para ahli telah memperingatkan lebih dari 200.000 komputer telah terinfeksi sejauh ini.
Presiden Microsoft dan Kepala Ahli Hukum Brad Smith mengkritik cara pemerintah menyimpan informasi dan kelemahan keamanan dalam sistem komputer pemerintah. "Kami telah melihat kerentanan penyimpanan yang dilakukan CIA dengan adanya informasi yang bocor ke WikiLeaks. Sekarang, akibat kerentanan penyimpanan NSA menyusahkan pelanggan di seluruh dunia," tulis Smith.
Selama ini diketahui, serangan siber global dilakukan oleh pembajak dengan menggunakan alat peretas yang dibuat oleh Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) yang dicuri. Hal ini ibaratnya seperti senjata militer AS rudal Tomahawk yang dicuri oleh pencuri. Akibatnya menyusahkan.
Microsoft mengatakan telah merilis sebuah update keamanan Windows pada bulan Maret untuk mengatasi berbagai serangan terbaru. Namun banyak pengguna Microsoft belum menjalankannya.