Jumat 07 Apr 2017 19:40 WIB

Tim Peneliti Unair Kembangkan Riset Stem Cell untuk Hidupkan Organ Mati

Rep: Binti Sholikah/ Red: Winda Destiana Putri
Penelitian. Ilustrasi
Foto: Sciencemag
Penelitian. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Tim peneliti dari Pusat Kedokteran Regeneratif dan Stem Cell Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga - RSUD dr Soetomo mengembangkan riset stem cell dengan memanfaatkan organ tubuh yang telah mati. Metode replace tersebut juga tengah dikembangkan para pakar stem cell di dunia.

Ketua Pusat Kedokteran Regeneratif dan Stem cell FK Unair - RSDS, Ferdiansyah, mengungkapkan, pihaknya sedang melakukan pengembangan atas riset tersebut. Di antaranya sedang memproses pembelian peralatan pendukung seperti bioreactor.

Saat ini, metode replace yang menggabungkan prosedur transplantasi dengan metode stem cell masih dalam tahap uji pada hewan coba. Menurutnya, inovasi ini dikembangkan untuk menjawab permasalahan keterbatasan jumlah donor organ. Kemudian, pengembangan inovasi stem cell mengarah pada pemanfaatan organ mati.

Terbatasnya jumlah pendonor organ diklaim mengakibatkan lonjakan angka kematian pasien transplantasi yang cukup tinggi. "Ini menjadi permasalahan di banyak negara, banyak sekali pasien transplantasi akhirnya meninggal karena kesulitan memperoleh donor organ," kata dokter spesialis Bedah Orthopaedi dan Traumatologi tersebut melalui siaran pers, Jumat (7/4).

Ferdiansyah menjelaskan, prinsipnya, ketika seseorang hendak mentransplantasikan organnya kepada orang lain, maka pendonornya harus hidup. Atau pendonornya dalam kondisi mati namun sirkulasi sel dalam tubuhnya masih berjalan sehingga organnya masih hidup. Dengan demikian, dapat dilakukan prosedur transplantasi ke tubuh orang lain.

Jika disesuaikan dengan prinsip kerja stem cell yang sifatnya meregenerasi sel- sel yang rusak, Ferdi optimistis metode replace tersebut akan berhasil menghidupkan kembali sel pada organ yang sebelumnya telah mati atau tidak berfungsi. Dengan memasukkan sel hidup ke dalam organ mati, diharapkan organ mati ini dapat hidup kembali, sehingga dapat ditransplantasikan ke tubuh orang lain. "Yang sudah berjalan adalah metode stem cell yang kaitannya dengan jaringan seperti kulit dan tulang. Sementara stem cell untuk organ kita pelan-pelan sedang mengarah kesana," ungkapnya.

Di luar negeri, lanjutnya, metode replace semacam ini sudah masuk tahap uji hewan coba. Melalui rekayasa jaringan, metode replace memanfaatkan organ mati pada jasad seekor babun. Dalam prosesnya, para ahli stem cell mengambil seluruh sel asli dari organ ginjal babun yang telah mati tersebut. Kemudian disterilkan menggunakan alat pencuci khusus. Selain itu, juga dilakukan pengambilan sel hidup dari organ ginjal miliki babun yang masih hidup. Kemudian sel hidup ini dimasukkan ke ginjal yang mati tadi. Hasilnya, ginjal yang tadinya mati tak berfungsi akhirnya bisa hidup kembali.

Di sisi lain, Ferdi mengemukakan mengenai pengembangan stem cell dengan metode replace tersebut tetap mengedepankan etika. Sebab, metode tersebut akan menimbulkan pertanyaan apakah menghidupkan organ mati bertentangan dengan etika. "Kita bicara asas kemanfaatan. Ilmu itu kan bagai pisau bermata dua. Output-nya dapat bermanfaat atau bisa juga disalahgunakan. Dalam hal ini, kami tetap mengutamakan aspek etika," tegas Ferdi.

Ke depan, inovasi tersebut akan mengarah pada metode pengobatan untuk mengatasi berbagai penyakit yang belum dapat disembuhkan dengan metode pengobatan saat ini. Selain itu, untuk kepentingan transplantasi jenis penyakit terminal seperti  gagal ginjal, gagal jantung, kelainan tulang, hingga sirosis.

RSUD Soetomo telah disahkan oleh Menteri Kesehatan sebagai pusat pengembangan pelayanan dan pendidikan stem cell dan bank jaringan sejak 2014 bersama dengan RSCM Jakarta.  Hal itu menunjukkan kapabilitas para pakar Stem cell FK Unair – RSDS diakui mampu dalam mengembangkan berbagai inovasi stem cell.

"Kendala pengembangan stem cell sejauh ini disebabkan karena pendanaan yang kurang. Ini krusial karena menyangkut dana riset dan pengadaan barang. Kalau di luar negeri, penyediaan peralatan hanya butuh waktu satu sampai dua tahun, sementara di Indonesia masih harus menunggu sampai sepuluh tahun," imbuh Ferdi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement