REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- SH (19 tahun) alias Haikal, otak pelaku pembobol situs tiket.com milik PT Global Networking membuat bisnis situs tersebut menelan kerugian hingga miliaran rupiah. Haikal bahkan diketahui tak hanya berhasil membobol jaringan tiket.com, tetapi juga beberapa situs lainnya.
Pakar Digital Forensik ITB, Agung Harsoyo menyebut terjadinya peretasan itu tentunya berdasar dua faktor, keahlian si peretas maupun kelemahan sekuriti sebuah situs. Ia menjelaskan, sebuah jaringan ada urusannya dengan ketersambungan, dan itu urusannya adalah prosedur. Prosedur, kata dia, kaitannya ada yang disebut dengan protokol jaringan.
"Nah itu kan kalau ada orang tahu prosedur untuk bisa masuk, maka masuklah dia. Dengan demikian, kalau ada orang yang tahu terkait bagaimana masuk ke satu situs, maka bisa masuk. Mau belajar otodidak atau belajar khusus ujung-ujungnya sama saja, hasil bisa masuknya. Kalau dari sisi orangnya tekun pasti," ujar Agus kepada Republika.co.id, Kamis (6/4).
Ketekunan itu kaitannya untuk mempelajari kelemahan-kelemahan yang ada pada situs-situs sedemikian rupa. Kedua, ia menjelaskan, kaitan dengan situs sendiri, bahwa semestinya menerapkan sekuriti governance. Hal ini meliputi urusan teknologi, prosedur, urusan orangnya, sehingga nantinya secara evaluasi ada monitoring.
"Misal ada transaksi yang dilakukan Haikal dengan jumlah tertentu, mestinya sudah ada alarm. Gampangnya kalau di dunia perbankan, misalnya, ada cara mencegatnya," ujarnya.
Agus menambahkan, kasus peretasan memang didasari beberapa kemungkinan. Bagaimana orang mampu membobol satu sekuriti memang ada berbagai macam faktor, bisa secara teknikal bahwa si peretas memang tekun sekali. Tapi ada juga yang justru memanfaatkan orang dari dalam.
"Semacam dia kenal orang dalam, menemukan catatan-catatan, itu dimungkinkan, kalau dari sisi survei, yang paling lemah dari sisi sekuriti itu kalau ada kebocoran dari dalam," tambah dia.