Senin 27 Mar 2017 19:09 WIB

Gula Cair dari Limbah Kulit Singkong 'Made In' Indonesia

Rep: Novita Intan/ Red: Winda Destiana Putri
Gucakusi, gula cair ala mahasiswa IPB.
Foto: Dok: IPB
Gucakusi, gula cair ala mahasiswa IPB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Indonesia merupakan salah satu dari lima penghasil singkong terbesar di dunia. Produksi singkong yang tinggi ini menjadi potensi besar untuk industri pengolahan singkong.

Ada beragam cara untuk menghasilkan produksi singkong seperti gula cair dari kulit singkong (Gucakusi) Multi Agro. Produk ini ternyata buatan salah satu inovasi Abdul Aziz, lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB).

Abdul Aziz dan timnya mengembangkan Gucakusi saat masih menjadi mahasiswa (2013) dan berhasil meraih beberapa penghargaan internasional seperti di Event Macau Internasional Innovation dan Invention Exhibition (MIIIE) 2015, tim Gucakusi  memperoleh golden medal dan tiga special award. Setelah lulus dari IPB, Aziz bertekad mengembangkan Gucakusi menjadi industri penghasil produk pangan pengganti gula yang ramah lingkungan.

Limbah kulit singkong yang selama ini dianggap tidak berguna dan menimbulkan bau tidak nyaman diubah menjadi produk yang lebih memiliki nilai ekonomi tinggi. Pemanfaatan kulit singkong sebagai bahan dasar pembuatan gula cair dapat mengurangi limbah dari pengolahan singkong itu sendiri. Presentase jumlah limbah kulit singkong; untuk bagian luar sebesar 0,5-2 persen dari berat total singkong segar dan limbah kulit bagian dalam sebesar 8-15 persen. Kulit bagian dalam inilah yang digunakan dalam proses pembuatan gula cair. “Gula cair ini dapat digunakan untuk penderita diabetes yang menginginkan minuman manis," ujarnya.

Selain itu, kandungan lemak gula cair dari kulit singkong ini lebih rendah dibandingkan dengan gula kelapa sehingga dapat menjadi alternatif penggunaan gula selain gula kelapa. Gula cair dari kulit singkong cocok digunakan untuk diet karena kandungan kalorinya yang rendah yaitu 106 kkal/100 g sedangkan gula pasir memiliki kandungan 364 kkal/100 mg.

Aziz memilih lokasi produksi di Ciluar, Kabupaten Bogor karena lokasi ini merupakan salah satu sentra pengolahan singkong untuk diambil pati (aci) di Indonesia. Terdapat sekitar 60 pabrik yang mengolah singkong paling sedikit 2 ton per hari. Dengan adanya Gucakusi, manfaat yang didapatkan tidak hanya bagi konsumen dari gula cair namun juga bagi produsen pengolahan singkong yang tidak pusing dengan pembuangan limbah dan masyarakat lokal yang mendapatkan penghasilan lebih.

Melalui program Perusahaan Pemula Berbasis Teknologi (PPBT) Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) RI dan inkubasi yang dilakukan oleh Incubie Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB, Aziz memulai usahanya. “Dalam satu hari setiap satu pabrik tersebut mengolah sedikitnya 2 ton singkong, sehingga dalam satu hari saja saat semua pabrik berproduksi di desa ini mengolah sedikitnya 120 ton singkong untuk diambil patinya," ungkapnya.

Limbah kulit singkong yang dihasilkan yaitu sedikitnya 9 persen dari total singkong. Jika dalam sehari saja dengan 60 pabrik mengolah singkong 120 ton, maka akan dihasilkan 9 persen dari 120 ton, yaitu 10,8 ton kulit singkong. Belum lagi limbah dari pabrik-pabrik pengolahan singkong lain yang tentu menghasilkan limbah juga. Jumlah sebanyak ini tentu akan terus bertambah setiap harinya jika tidak ada pengolahan lebih lanjut dari limbah tersebut.

Permintaan pasar akan produk Gucakusi cukup besar, mulai untuk konsumsi pribadi, untuk dijual kembali dan untuk kebutuhan industri makanan minuman. Sampai saat ini nilai penjualan dari produksi yang dilakukan berkisar 400 botol per bulan dengan harga Rp 12.500 per botol (ukuran 250 ml). “Jika dibandingkan dengan kompetitor produk yang sudah ada, maka Gucakusi memiliki keunggulan, karena produk kompetitor untuk ukuran 500 ml dijual dengan harga Rp 56 ribu, atau dua kali lebih mahal dari pada produk Gucakusi,” terangnya.

Gucakusi Multi Agro menyasar baik penderita diabetes atau juga konsumen lain sebagai langkah antisipasi untuk menghindari penyakit tersebut. Selain itu sasaran lainnya adalah berbagai produsen dari makanan dan minuman kesehatan.

Aziz mengklaim produknya ini memiliki banyak keunggulan dibanding dengan produk serupa lainnya. Keunggulan tersebut diantaranya dengan mengonsumsi Gucakusi maka kita sudah menerapkan aspek ramah lingkungan (mengurangi limbah kulit singkong); gula yang dihasilkan adalah fruktosa (gula buah), sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh. Gula ini dapat digunakan sebagai pengganti madu, gula pasir dan pemanis lainnya karena aman dikonsumsi.

Kandungan kalori dari Gucakusi ini lebih rendah setelah melalui uji lab melalui metode HPLC, kandungan kalorinya hanya 106 kkal/100 gram. Lebih rendah dari gula pasir yang mencapai 364 kkal/100 gram. Rasa gula jika dikonsumsi langsung tidak menyebabkan serak dan membekas di mulut. Selain itu, tingkat kemanisan gula ini juga tidak kalah dengan gula pasir ketika diaplikasikan ke makanan dan minuman.

“Harga lebih terjangkau jika menghitung manfaat yang didapat dari produk ini. Lebih mudah diaplikasikan pada makanan dan minuman yang panas atau dingin karena gulanya yang cair lebih mudah larut. Gucakusi tidak mengandung bahan yang berbahaya bagi tubuh. Baik diaplikasikan untuk produk-produk herbal sekalipun. Dan dengan mengonsumsi produk ini Anda juga telah membantu membuat produk lokal go global dan membuat sentra pengolahan singkong yang zero waste industry,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement