Ahad 26 Mar 2017 13:55 WIB

Mengolah Limbah Tahu Menjadi Kain

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Winda Destiana Putri
Tahu
Foto: kusumaworld25.blogspot.com
Tahu

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA – Limbah air perasan tahu sering dibuang begitu saja dan mencemari lingkungan. Namun siapa sangka, cairan tersebut dapat diolah lebih lanjut menjadi sesuatu yang berguna.

Lima perempuan yang tergabung dalam XXLab, yaitu Irene Agrivina, Asa Rahmana, Atika Rizkiana, Eka Jayani, dan Ratna Djuwita, membuktikan hal tersebut. Mereka mengolah cairan ampas tahu menjadi nata de soya.

Kemudian mengubahnya menjadi kain yang dapat digunakan untuk membuat pakaian, sepatu, dan sebagainya. Bahkan dari inovasi tersebut, para perempuan yang bermukim di Yogyakarta itu berhasil menjadi pemenang dalam ARS Electronica 2015.

Ratna Djuwita menuturkan, penemuan ini berawal dari keingintahuan mereka dalam mengekplorasi ilmu pengetahuan (sains). Meski berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, anggota XXLab yakin bahwa sains tidak memiliki jarak dengan manusia.

Sebelumnya XXLab sempat mencoba membuat kain dari air rebusan singkong. Namun karena metode tersebut tidak memecahkan masalah masyarakat, mereka pun mencari bahan lain yang lebih urgent untuk dimanfaatkan. "Setelah berkunjung ke beberapa tempat, akhirnya kami memutuskan untuk membuat kain dari limbah perasan air tahu," tutur Ratna beberapa waktu lalu. Sebab selain bisa mengurangi pencemaran lingkungan, pemanfaatan limbah tahu juga bisa berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat.

Karena proses pembuatan limbah tahu menjadi nata de soya dilakukan dengan cara memberdayakan ibu-ibu di sekitar pabrik tahu. Maka itu, saat ini XXLab menampung limbah tersebut dari para pengrajin tahu di Srandakan, Bantul.

Dengan memberdayakan ibu-ibu di kampung setempat, limbah air perasan tahu pun diolah menjadi nata de soya. Proses ini tentunya tidak berlangsung singkat, bahkan bisa memakan waktu kurang lebih 10 hari. Setelah itu, barulah XXLab mengambilnya ke laboratorium mereka di Jalan Taman Siswa, dan mengubah bahan tersebut menjadi kain.

Menurut Ratna, saat ini nata de soya masih dijual murah oleh masyarakat Srandakan. Lantaran bahan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang tidak memiliki nilai guna tinggi. Padahal selain dapat diolah menjadi kain, nata de soya juga dapat dikembangkan sebagai bio fuel dan bahan-bahan arsitektur.

Di sisi lain, pemanfaatan nata de soya sangat bersifat ramah lingkungan. "Produk ini zero waste. Karena residunya pun bisa digunakan sebagai pupuk organik," papar Ratna. Begitu pun dengan irisan kain dari nata de soya yang tidak terpakai, dapat langsung dimanfaatkan sebagai bahan penyubur tanaman.

XXLab pun tidak menampik adanya tawaran kerja sama dari berbagai pihak untuk mengembangkan inovasi mereka. Tawaran tersebut salah satunya datang dari brand fashion ternama, Cartier. Namun mereka menolak, lantaran ingin mengembangkan inovasi ini sebagai kekayaan publik yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai kalangan masyarakat. Bukan hanya oleh satu pihak perusahaan yang pemilik modal besar.

Mereka berharap, tahun depan XXLab bisa meluncurkan produk kain nata de soya ke pasaran. Sebab saat ini, produk tersebut masih menjalani proses penyempurnaan. "Pada dasarnya kami ingin menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan bisa dipraktekkan oleh siapa saja, tanpa ada batasan pendidikan," papar Ratna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement