Selasa 07 Mar 2017 14:17 WIB

Mekanisme Kompleks di Balik Pemesanan Ojek Daring

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Winda Destiana Putri
Pengemudi Grabbike (ilustrasi)
Foto: Twitter
Pengemudi Grabbike (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sering merasa kesal karena proses pemesanan ojek daring membuat lama menunggu? Sebelum menghakimi aplikasinya lelet, ada baiknya Anda mengetahui mekanisme kompleks di balik pemesanan ojek atau layanan transportasi daring via ponsel tersebut.

Setiap kali tombol pesan diklik, yang terkesan sangat simpel, sistem di balik aplikasi memproses banyak hal sekaligus. Mesin tersebut akan menghasilkan sejumlah nomor serial untuk menghubungkan pengguna dengan pengemudi serta memprediksi biaya logis perjalanan dengan sesedikit mungkin tombol untuk ditekan dan kolom untuk diisi.

Baca juga: Google Maps Kini Terintegrasi dengan Transportasi Online

Sistem itu juga menjalankan analisis prediktif secara real-time untuk mencari tahu ke mana pengguna akan pergi beberapa jam atau beberapa hari setelahnya. Upaya untuk menyeimbangkan permintaan dan penawaran itu dilakukan melalui algoritma untuk menghasilkan harga yang menarik bagi pengemudi maupun pengguna jasa.

"Benar-benar kompleks, semua itu dalam hitungan milidetik. Dari perspektif rekayasa sistem, penentuan harga yang dinamis ini sangat rumit," ujar Kepala Insinyur Grab, Ditesh Gathani, kepada laman Mashable.

Apalagi, Grab menangani lebih dari 1,5 juta pemesanan layanan transportasi dalam sehari, meliputi wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Filipina. Sementara, jumlah pengemudi tercatat sebanyak 630.000 dengan kendaraan beragam seperti mobil pribadi, taksi, sepeda motor, dan bus shuttle pribadi.

Gathani membeberkan, tim ahli Grab melakukan sekira 100 pembaruan sistem dalam sepekan tanpa sepengetahuan pengguna. Sejumlah ekonom turut dilibatkan dalam tim untuk penentuan prediksi tarif yang ternyata cukup rumit dengan beberapa model ekonomi serta butuh perhitungan permintaan dan penawaran real-time. "Awalnya kami memiliki pendekatan naif soal harga, yang membuat pengguna terlalu lama menunggu sehingga mereka lekas geram karena tak sabar, sekarang sistem kami lebih cerdas dengan model self-learning," kata Gathani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement