Jumat 27 Jan 2017 08:47 WIB

Ilmuwan akan Ciptakan Sel Punca dari Kulit Manusia

Rep: Novita Intan/ Red: Winda Destiana Putri
Sel Kanker
Sel Kanker

REPUBLIKA.CO.ID, Penderita penyakit kanker memiliki harapan yang semakin besar untuk sembuh. Sebab, profesor ilmu kedokteran di Brown Universty, Edi Adashi berencana akan menciptakan teknologi Sel Punca yang diambil dari pipi bagian dalam atau kulit manusia.

Penemuan itu melancarkan jalan bagi pengembangan perawatan baru bagi penyakit kanker yang menewaskan ribuan orang setiap tahun. Seperti dilansir Science Alert, Sel Punca memiliki potensi yang sangat tinggi untuk berkembang menjadi jenis sel yang berada di dalam tubuh. Seperti sel-sel kelamin, yaitu sel telur dan sperma yang kemudian dipakai untuk pembuahan. "Bayangkan seorang anak perempuan yang terkena kanker dan harus menjalani kemoterapi dan radiasi, lalu sembuh. Namun ketika menjadi wanita dewasa dan ingin memiliki anak ia tidak bisa karena sudah mandul akibat terapi kanker yang dilakukannya saat kanak-kanak," ucap Adashi.

Baca juga: Ilmuwan Temukan 'Vaksin' Penangkal Berita Hoax

Adashi menyatakan, proses pembuahan Sel Punca, yang disebut teknologi In Vitro Gametogenesis (IVG) tidak perlu proses rumit dan mahal. Cukup dengan mengambil sel telur donor dari orang ketiga. Selanjutnya, sel telur diusapkan ke bagian dalam pipi, lalu dikembangkan di laboratorium hingga mendapatkan jumlah sel telur yang dibutuhkan pasien.

Teknologi ini juga bisa dipakai untuk pria yang mengalami gangguan kesuburan genetik. Kemungkinan manfaat dari proses teknologi edit gen ini dapat menyuburkan sperma. Namun, Adashi mengakui, sulit mengumpulkan sperma dari kaum pria penderita masalah tersebut sebab biasanya mereka berhasil menggunakan terapi saja. Padahal, melalui teknologi IVG memungkinkan para dokter untuk menciptakan pasokan yang bisa dibilang tidak terbatas.

Teknologi IVG juga digunakan pasangan yang ingin melakukan In Vitro Fertilisation (IVF) secara mudah dan murah. Sebab, pasangan tidak perlu lagi melakukan proses ekstraksi, cukup usapan singkat pada pipi bagian dalam. Kendati demikian, sebenarnya teknologi IVG belum pernah menggunakan sel manusia namun sudah ada beberapa hewan seperti tikus yang diciptakan menggunakan proses tersebut. Sejumlah indikasi yang ada mengungkapkan bahwa penciptaan manusia menggunakan Sel Punca akan bisa dilakukan.

Baca juga: Ilmuwan Indonesia Temukan Obat Antipenyakit Jiwa

Hal itulah yang akan diterbitkan dalam jurnal Science Translational Medicine. Di mana menurut 3 peneliti penulis makalah, sekaranglah saatnya memikirkan pertanyaan-pertanyaan serius terkait budaya dan etika teknologi yang dimaksud.   Menurut Adashi, perlu adanya landasan etika dan politik untuk menerapkan teknologi IVG. Pertama, teknologi baru ini melibatkan penciptaan manusia baru yang harus melewati sejumlah penguji yang ketat. Awalnya nanti akan dipraktikan pada primata lalu dilakukan pada manusia.

Pihak regulator harus memastikan bahwa anak-anak yang dilahirkan menggunakan proses ini dipantau secara ketat terkait dampak kesehatan dan masalah lainnya. "Kalau ada jumlah pasokan sel telur dan sperma yang tidak ada habisnya, maka bisa saja diciptakan banyak sekali embrio," jelas Adashi.

Apabila terlalu banyak embrio maka akan banyak pula yang harus dimusnahkan, baik sengaja atau tidak. Namun, ada yang berpendapat bahwa pemusnahan janin merupakan bentuk pembunuhan. Tentu ini bertentangan dengan ilmu kedokteran, bahkan di tingkat politik secara nasional.

Hal lain, teknologi IVG ini memicu kemungkinan konflik antar para pegiat pemberi hak manusia. Untuk itu, Adashi menegaskan bahwa penemuan ini perlu dibicarakan sejak sekarang atau lebih dini. "Tidak usah menunggu sampai tiba saatnya, karena penerapan teknologi ini memakan waktu, tentu ini menjadi tantangan," ungkapnya. Bahkan, Adashi memperingatkan apabila penemuan ini tidak ada pembahasan maka akan berdampak pada kesalahpahaman pada ilmu pengetahuan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement