REPUBLIKA.CO.ID, Selain berfungsi dalam mengendalikan pikiran dan fungsi-fungsi dasar fisik, otak dinilai memiliki peran lain yang tak kalah penting bagi tubuh. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa otak juga memiliki peran dalam mengendalikan cara tubuh memberi respon terhadap ancaman infeksi bakteri.
Cara otak mengendalikan respon tubuh terhadap infeksi bakteri ialah dengan memperbanyak produksi molekul pelindung bernama PCRT1. Molekul pelindung ini berfungsi membantu sel-sel darah putih dalam upaya membunuh bakteri-bakteri yang hendak menyerang tubuh.
Seperti dilansir Science Alert, upaya melawan infeksi bakteri dengan antibiotik sudah dilakukan sejak 1920 lalu. Akan tetapi, dalam beberapa puluh tahun terakhir, kemampuan antibiotik dalam menghentikan perkembangan bakteri dinilai menjadi terbatas.
Sejumlah strain bakteri pun diketahui menjadi resisten terhadap terapi antibiotik. Ancaman resistensi bakteri terhadap antibiotik ini mendorong komunitas saintis untuk menemukan alternatif lain dalam melawan infeksi bakteri.
Untuk menemukan 'jalan baru' dalam mengatasi infeksi bakteri, Jesmond Dalli dari Queen Mary University of London beserta tim melakukan penelitian pada tikus percobaan. Dalam penelitian ini, tim peneliti berfokus pada sistem saraf pusat seperti otak, sumsum tulang belakang dan saraf optik.
Salah satu percobaan yang dilakukan tim peneliti ialah memutus saraf vagus pada tikus. Pemutusan saraf vagus yang tepat ini ternyata dapat melemahkan kemampuan tubuh tikus dalam mengatasi infeksi E.coli. "Ketika kami menginvestigasi alasan dari perlambatan ini, kami menemukan adanya penurunan signifikan pada kadar molekul bernama protectin conjugate in tissue regeneration 1, atau PCTR1," terang Dalli. Dalli mengatakan penurunan PCTR1 ini juga diikuti oleh penurunan kemampuan macrophages, salah satu jenis sel darah putih, untuk membunuh E.colli.
Di sisi lain, tim peneliti juga menemukan bahwa saraf memiliki peran untuk melepas sebuah neurotransmitter bernama acetylcholine. Neurotransmitter ini berfungsi untuk menginstruksikan sel imun bernama innate lymphoid cells agar meningkatkan produksi PCTR1 yang meregulasi kemampuan macrophages dalam menemukan dan membunuh bakteri.
Ketika tim peneliti menginjeksikan PCTR1 pada tikus yang telah diputus saraf vagusnya, kemampan peritoneal macrophages pada tikus untuk membunuh bakteri kembali optimal. Hal ini juga memungkinkan tubuh tikus meredam respon inflamasi yang lebih lanjut.
Mengingat cukup banyak bakteri yang menjadi resisten terhadap antibiotik, tim peneliti yakin bahwa temuan mereka terkait peran sistem saraf pusat termasuk otak untuk meregulasi PCTR1 dapat menjadi angin segar dalam upaya melawan infeksi bakteri. Alasannya, penelitian ini membuktikan bahwa penggunaan PCTR1 dan molekul terkait dapat membantu tubuh untuk meningkatkan kemampuan diri dalam membersihkan bakteri ketika infeksi terjadi. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan pada antibiotik dalam proses pengobatan infeksi bakteri.
Baca juga: Malas Cuci Handuk, Waspada Terpapar Bakteri