Jumat 30 Dec 2016 04:24 WIB

Obat Cina Kuno Jadi Penyembuh Tuberkulosis

Rep: Dwina Agustin/ Red: Winda Destiana Putri
Bakteri Mycobacterium tuberculosis. Ilustrasi
Foto: Sciencealert
Bakteri Mycobacterium tuberculosis. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Obat herbal Cina kuno yang memiliki peran dalam memerangi malaria bisa digunakan mengobati penyakit paling mematikan di dunia, tuberkulosis (TB). Senyawa yang dimiliki obat malaria dapat mengontrol bakteri TB.

Senyawa, yang disebut artemisinin, berasal dari bentuk apsintus dikenal sebagai Artemisia annua, dan diidentifikasi sebagai pengobatan malaria yang efektif. Hal ini sudah dibuktikan dengan penghargaan Nobel tahun 2005 untuk nama farmasi Cina Tu Youyou.

Tim yang dipimpin oleh ahli mikrobiologi Robert Abramovitch dari Michigan State University, menyaring lebih dari 500 ribu senyawa yang berbeda di laboratorium. Mereka menemukan artemisinin mampu memblokir mekanisme pertahanan yang digunakan oleh penyebab bakteri TB, Mycobacterium tuberculosis (Mtb).

"Ketika bakteri TB tidak aktif, mereka menjadi sangat toleran terhadap antibiotik. Pemblokiran dormansi membuat bakteri TB lebih sensitif terhadap obat ini dan bisa mempersingkat waktu pengobatan," kata Abramovitch dikutip dari Sciencealert, Kamis (29/12).

Mtb membutuhkan oksigen untuk berkembang pada manusia, sehingga salah satu sistem kekebalan tubuh kita untuk memerangi infeksi dengan mencoba menghilangkan oksigen, dan membangun struktur jaringan yang disebut granuloma. "Ketika Mtb kekurangan oksigen, itu masuk ke dalam keadaan tidak aktif, yang melindungi dari stres lingkungan rendah oksigen," kata Abramovitch.

Dalam kasus artemisinin, senyawa menyerang sebuah molekul Mtb disebut heme. Ketika heme terganggu, itu efektif seperti menyalakan sensor oksigen Mtb untuk meningkatkan kerentanan bakteri untuk perawatan TB. Dengan kata lain, artemisinin secara signifikan dapat mempercepat pengiriman antibiotik yang ada.

Sementara itu awal yang menjanjikan dari penelitian yang dipublikasikan Nature Chemical Biology ini, ilmuwan mengakui perlu banyak penelitian lebih lanjut sebelum menggunakan artemisinin dalam perawatan TB. Contohnya jika menggunakan artemisinin, harus dipastikan resistensi terhadap obat ini tidak berkembang, seperti yang terjadi pada beberapa pasien malaria.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement