Senin 26 Dec 2016 16:55 WIB

Penelitian: Serangan Siber 2016 Terbanyak Menyasar Perbankan

Serangan siber (ilustrasi)
Foto: Digitaltrends.com
Serangan siber (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian salah satu perusahaan keamanan siber global menunjukkan serangan siber pada 2016 terbanyak berhubungan dengan uang. Khususnya menyasar perbankan dengan meretas sistem ATM serta penggunaan telepon pintar untuk layanan perbankan.

Berdasarkan laporan itu dalam keterangan yang diterima di Jakarta, sebesar 36 persen serangan perbankan daring menargetkan perangkat Android, meningkat tajam dari hanya delapan persen pada 2015. Malware yang menyasar ATM juga meningkat 20 persen dibandingkan pada 2015.

Penelitian yang dilakukan Kaspersky Lab itu melaporkan penyerang memanfaatkan "Google Play Store" untuk mendistribusikan malware Android dengan aplikasi yang terinfeksi dan diunduh hingga ratusan ribu kali. "Jumlah dan jenis serangan siber serta korban mereka pada 2016 membuat pendeteksian yang lebih baik dan berada pada daftar teratas dari prioritas bisnis," kata Kepala Peneliti Keamanan Kaspersky Lab David Emm dikutip laman Antaranews.

Terkait penanganan, penelitian itu menemukan 28,7 persen perusahaan memerlukan beberapa hari untuk menemukan adanya insiden keamanan, sementara 19 persen memerlukan beberapa minggu atau bahkan lebih. Untuk sebagian kecil tetapi cukup signifikan sebesar 7,1 persen membutuhkan waktu berbulan-bulan dan sisanya baru menemukan melalui audit keamanan eksternal maupun internal atau peringatan dari pihak ketiga, seperti klien atau pelanggan.

Selain serangan pada perbankan, terdapat ancaman siber berupa perdagangan terselubung yang memperjualbelikan puluhan ribu kredensial server yang berhasil diretas, serangan spionase siber yang ditargetkan serta serangan untuk mendapatkan data-data yang penting. "Terdapat sebuah pasar gelap untuk memperjualbelikan lebih dari 70 ribu kredensial server hasil peretasan yang memungkinkan siapa pun untuk membeli akses ke server yang telah diretas, misalnya salah satu yang terletak di jaringan pemerintah negara Uni Eropa," tutur Emm. Penelitian mencatat pada 2016 terdapat 262 juta URL berbahaya dan 758 juta serangan daring berbahaya yang diluncurkan di seluruh dunia, 29 persen berasal dari Amerika Serikat dan 17 persen dari Belanda.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement