REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Proses riset yang dilakukan dalam rangka mengejar kemandirian vaksin membutuhkan waktu yang cukup lama. Alternatif yang bisa dilakukan untuk memangkas waktu proses riset tersebut ialah dengan membeli dan memanfaatkan platform teknologi terbaru.
Direktur Riset dan Pengembangan Produk Bio Farma Sugeng Raharso mengatakan salah satu proses yang membutuhkan waktu cukup lama ialah riset beban penyakit hingga menemukan mikroorganisma yang baik serta memformulasikannya. Proses ini, lanjut Sugeng, membutuhkan waktu sekitar 10-12 tahun.
Untuk itu, Sugeng mengatakan Bio Farma berupaya melakukan percepatan riset dan pengembangan produk. Salah satu yang dilakukan Bio Farma ialah melakukan sinergi dengan berbagai pihak termasuk belanja platform teknologi produk faksin dan life science ke luar negeri. "Seperti ke Jerman dan Australia," terang Sugeng dalam Workshop Manajemen Industri Vaksin Negara Islam pada 15-18 November di Bio Farma.
Proses produksi vaksin memang membutuhkan waktu yang cukup lama karena ada beberapa tahap uji yang harus dilakukan demi menjamin keamanan, kualitas serta keampuhan atau efikasi produk. Kepala Divisi Surveilans dan Uji Klinis Bio Fara Novilia S Bachtiar mengatakan pengembangan vaksin baru akan diawali dengan uji pre-klinik. Setelahnya, akan dilakukan uji klinis atau clinical trial yang disusul dengan registrasi produk serta post marketing surveilans.
Tahap uji klinis sendiri, lanjut Nolivia, terbagi menjadi tiga tahap. Uji Klinis tahap I dilakukan untuk mengetahui keamanan produk dan juga efek samping yang ditimbulkan. Tahap II, tambah Novilia, dilakukan utnuk mengetahui dan mengevaluasi respon imunitas dengan menambah jumlah responden yang lebih besar. "Tahap III untuk mengetahui tingkat efikasi atau keampuhan vaksin dengan subjek yang sudah ditentukan," jelas Novilia.
Selain memaparkan proses produksi vaksin yang meliputi uji klinis hingga quality control, Workshop Manajemen Industri Vaksin Negara Islam di Bandung ini juga membahas masalah pengelolaan limbah produksi hingga informasi terbaru mengenai pengawasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan. Tak ketinggalan, Workshop yang dihadiri 10 negara dan tiga lembaga dunia seperti WHO, UNICEF dan Islamic Development Bank ini juga melakukan review terhadap produk vaksin baru untuk program dasar imunisasi di negara Islam.