REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini, hampir seluruh pengguna ponsel pintar memasang setidaknya satu aplikasi perpesanan. Sebelum menambah lagi aplikasi itu, cermati dulu seberapa tinggi tingkat privasinya.
Sherif Elsayed-Ali, Kepala Tim Teknologi dan HAM di organisasi Amnesty International mengatakan, layanan pesan instan tak selalu bersifat privat. Nyatanya, komunikasi pengguna berada di bawah ancaman konstan para penjahat siber, mata-mata, sampai otoritas negara.
"Orang-orang muda, para pengguna paling produktif yang gemar membagikan informasi dan foto pribadi adalah kelompok yang sangat beresiko," ujar Elsayed-Ali dilansir laman Dailymail baru-baru ini.
Baru-baru ini, Amnesty International melakukan pemeringkatan privasi daring pada 11 perusahaan yang memiliki aplikasi pesan populer. Laporan itu melihat bagaimana perusahaan melindungi privasi pengguna dan kebebasan mereka berekspresi.
WhatsApp dan Facebook Messenger disebut sebagai aplikasi pesan yang paling aman untuk digunakan, dengan nilai 73/100. Apple juga menempati peringkat cukup tinggi dengan skala 67.
Meski dapat digunakan sebagai panduan umum, Amnesty menjelaskan bahwa peringkat itu sebaiknya tak dijadikan pedoman oleh wartawan, aktivis, pembela HAM, atau orang lain yang berisiko. Apalagi, terdapat tiga perusahaan yang tak menanggapi pemeringkatan yakni BlackBerry, Google, dan Tencent.
Sementara, Electronic Frontier Foundation (EFF) menanggapi hasil itu dengan meragukan seberapa aman semua aplikasi itu. Secara khusus, poin EFF adalah bahwa WhatsApp harus menyederhanakan fitur agar pengguna bisa lebih mudah mengaktifkan pengaturan privasi.