Senin 03 Oct 2016 21:06 WIB

Mengenal 'Autophagy', Penemuan Tahun Ini yang Diganjar Nobel Medis

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Dwi Murdaningsih
Yoshinori Ohsumi.
Foto: Reuters
Yoshinori Ohsumi.

REPUBLIKA.CO.ID, STOCKHOLM -- Nobel medis 2016 telah dimenangkan peneliti Jepang untuk penemuannya soal autophagy, Senin (3/10). Yoshinori Ohsumi melakukan eksperimen terhadap ragi yang memiliki mekanisme kunci pertahanan diri dengan memakan dan mendaur ulang diri mereka sendiri.

Proses yang disebut autophagy atau memakan diri sendiri ini membuka jalan menuju pemahaman soal kanker, Parkinson dan diabetes tipe 2. "Penemuan Ohsumi membawa pada paradigma baru dalam pemahaman kita tentang bagaimana sel mendaur ulang bagiannya sendiri," dalam pernyataan Nobel.

Penelitian Ohsumi ini dilakukan pada 1990an. Komentator menyebutnya penelitian pengubah paradigme dan pionir. Penelitian termasuk menemukan gen yang mengatur autophagy.

Temuan ini penting karena bisa menunjukkan mengapa perubahan pada gen ini bisa menyebabkan beragam penyakit. Wakil Direktur Institut Penelitian Medis Cambridge University, David Rubinsztein mengatakan Ohsumi telah memberikan 'alat penting' bagi para peneliti di seluruh dunia.

"Untuk mengerti bagaimana autophagy bisa menyebabkan penyakit infeksi, kanker hingga penyakit neurodegeneratif seperti Huntington dan Parkinson," kata dia.

Seorang profesor di Institut Karolinska Swedia, Christer Hogg mengatakan temuan ini juga membantu menjelaskan proses krusial dalam perkembangan manusia. Mulai dari tumbuh, berkembang hingga menua dengan beragam penyakit

"Di tahap sangat awal (perkembangan manusia), organ dan seluruh tubuh anda secara konsisten dibuat lagi dan lagi," kata dia. Manusia perlu mengenyahkan sel tua untuk membuat struktur yang baru.

Namun ketika menua, struktur manusia sudah selesai dan autophagy ini adalah prinsip untuk menghilangkan. "Jika anda mempengaruhi sistem ini (gen dan protein terkait autophagy), anda tidak bisa lagi menangani buangan," kata dia. Jika terakumulasi, maka ini akan menyebabkan sejumlah penyakit.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement