REPUBLIKA.CO.ID, Para peneliti menemukan adanya kaitan kuat antara pola makan dan penyembuhan dari penyakit tertentu. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Cell itu menjumpai reaksi tubuh berbeda terhadap infeksi virus dan bakteri.
Serangkaian percobaan dilakukan pada tikus sehat yang disuntik dengan molekul bakteri dan virus. Molekul itu dirancang khusus untuk memicu respons inflamasi yang sama dengan infeksi.
Hasilnya, kedua jenis infeksi berpotensi menyebabkan tikus mula-mula kehilangan selera makan. Namun, tikus 'pasien' infeksi virus pulih lebih cepat daripada yang terinfeksi bakteri jika terus diberi makan.
Tikus menunjukkan reaksi alami tidak mau makan ketika sedang berjuang melawan infeksi bakteri. Tubuh mereka menggunakan cadangan lemak untuk bahan bakar, yang memungkinkan neuron bekerja tanpa menyebabkan kerusakan lebih lanjut.
Menariknya, tikus yang terinfeksi virus dan diberi makan secara normal justru sembuh lebih cepat. Pasalnya, makan saat tubuh terinfeksi virus tidak menyebabkan peningkatan radikal bebas di otak.
Berdasarkan eksperimen itu, tim menyimpulkan bahwa tubuh yang terinfeksi mampu secara alami memberi sinyal tentang apa yang harus dilakukan. Namun, percobaan tersebut tetap membutuhkan verifikasi dengan diuji pada manusia.
"Ketika hewan terinfeksi, mereka berhenti makan dan beralih ke modus metabolisme puasa. Pertanyaannya adalah apakah metabolisme puasa saat sakit pada manusia akan berpotensi melindungi atau merugikan," ujar pimpinan tim studi, Ruslan Medzhitov dari Yale University.