REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Paparan bakteri kebal obat di Thailand meningkat karena kebijakan buruk serta ketiadaan aturan. Hal itu menewaskan lebih dari 19 ribu orang per tahun berbanding 23 ribu orang per tahun di Amerika Serikat.
Menurut peneliti, masalah tersebut, yang kebanyakan disebabkan penggunaan antibiotik berlebih untuk manusia dan ternak, dapat memukul pariwisata kesehatan Thailand, yang menguntungkan.
"Bakteri kebal obat menyebar di Thailand dan di semua negara berpendapatan rendah serta menengah," kata Direk Limmathurotsakul, ketua penulis kajian Universitas Oxford, Inggris, dan Universitas Mahidol, Thailand, kepada Reuters Rabu (7/9).
Peneliti memperkirakan infeksi bakteri kebal obat menewaskan 19.122 orang di Thailand pada 2010. Jika dibandingkan dengan populasi, masalah ini jauh lebih parah dibandingkan apa yang terjadi di AS dan Uni Eropa, dimana sekitar 25 ribu orang meninggal setiap tahun akibat infeksi semacam itu.
Masyarakat di Thailand bisa membeli antibiotik di gerai-gerai dan banyak diantaranya yang mengonsumsi obat-obat tersebut "meski tidak benar-benar membutuhkannya", sehingga memicu terjadinya resistensi bakteri. Penggunaan obat anti-bakteri secara berlebihan oleh para peternak juga "memicu bakteri yang resisten anti-mikroba dalam lingkungan.
"Dampak infeksi bakteri yang resisten obat sudah diperkirakan dan semakin memburuk," kata peneliti lain dalam studi itu, Nick Day dari Universitas Oxford.
Sekitar 2,5 juta warga negara asing mengunjungi Thailand setiap tahun untuk layanan kesehatan dan Direk mengatakan, meski rumah sakit swasta memiliki sumberdaya mencukupi untuk menghadapi situasi ini sekarang, sektor tersebut bisa terpengaruh di masa depan jika pihak berwenang tidak serius berjuang melawan bakteri yang resisten obat.
"Rumah sakit swasta harus menerima pasien dari seluruh dunia, yang sudah membawa bakteri yang resisten obat. Semua sektor dan semua negara perlu mengatasi masalah ini bersama karena ini adalah masalah global."