REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti mendapati kemampuan binatang mendeteksi arah angin sebagian terletak pada jenggot mereka. Hampir semua mamalia memiliki jenggot yang tertata rapi dalam baris dan kolom di pipi mereka.
Yan Yu, mahasiswa PhD di Norwesthern University mengatakan, para ilmuwan telah memperlihatkan bahwa hewan laut seperti anjing laut dapat menggunakan jenggot mereka untuk melacak arus air.
"Pada mamalia darat, jenggot sudah diketahui terlibat dalam merasakan sentuhan. Tapi tak seorang pun pernah memperhatikan apakah hewan darat juga dapat menggunakan jenggot mereka untuk merasakan arus udara," katanya.
Oleh karena itu Yu dan rekan-rekannya menyelidiki peran jenggot pada kemampuan hewan darat untuk merasakan arah angin dengan menggunakan lima tikus betina berusia sama untuk dilatih menentukan sumber angin dari kipas angin khusus di satu meja bundar. Di sepanjang lingkar meja, lima kipas angin dipasang dalam bentuk setengah lingkaran, dan secara acak dinyalakan satu per satu untuk menghembuskan angin ke arah "pintu-awal" yang sama yang ditaruh di seberang meja.
Satu tikus harus berlari dari pintu ke arah kipas yang menghembuskan angin, dan turun ke lubang seukuran tikus tepat di depan kipas angin itu. Masing-masing lubang mengarah ke satu terowongan di bawah meja, tempat tikus tersebut mendapat penghargaan karena memilih kipas angin yang benar.
Setelah semua tikus melaksanakan tugas pada satu tingkat sekitar 60 persen benar atau lebih tinggi selama 10 hari berturut-turut, para peneliti memotong jenggot mereka dan meneliti perubahan prilaku. Akhirnya, hasil tim itu menunjukkan bahwa pemotongan jenggot mengurangi kemampuan tikus rata-rata hampir 20 persen.
Para peneliti mengatakan penurunan performa itu menunjukkan bahwa tikus menggunakan lebih dari satu petunjuk untuk menentukan lokasi kipas angin tapi jelas mereka masih sangat mengandalkan jenggot mereka untuk melaksanakan tugas ini. Untuk mengendalikan risiko tikus itu melihat atau mendengar suara kipas angin, penelitian tersebut dilakukan di satu ruang gelap dengan tambahan suasana bising.
Guna memeriksa kemungkinan tikus hanya bingung karena pemotongan jenggot, satu lagi kelompok tikus dilatih untuk berlari ke sumber cahaya bukan ke sumber angin. Tim tidak menemukan perubahan dalam performa tikus-tikus itu setelah jenggot mereka dipotong. Dalam percobaan terdahulu yang disiarkan di Journal of Experimental Biology, kelompok peneliti yang sama mendapati jenggot condong ke arah angin dan makin keras angin berhembus, makin banyak jenggot yang condong atau bergetar.
"Ketika jenggot meliuk, itu menekan reseptor di pangkal jenggot," kata penulis studi yang lain, Matthew Graff, dari Norwesthern University di dalam satu pernyataan.
Meski percobaan tersebut baru dilakukan pada tikus, tim peneliti percaya jenggot kucing dan anjing juga digunakan untuk merasakan aliran udara sebab mereka tersusun dengan cara yang persis sama.
Masuk akal bagi binatang-binatang semacam itu untuk memanfaatkan informasi mekanis, mengingat merasakan arah angin penting untuk banyak perilaku, seperti menemukan makanan dan pasangan potensial, juga menghindari pemangsa.
"Sekarang karena kita tahu jenggot membantu binatang mendeteksi arah angin, kita bisa membuat 'jenggot' buatan yang bisa ditambahkan pada robot untuk melacak dan mengikuti bau serta menemukan peledak, tumpahan bahan kimia, dan biologi," katanya sebagaimana dilansir kantor berita Xinhua Selasa (30/8).