Selasa 16 Aug 2016 19:05 WIB

Kemenkominfo Disarankan Dengar Aspirasi Operator

Jaringan Telekomunikasi
Foto: Antara
Jaringan Telekomunikasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) seharusnya memenuhi asas keadilan dalam menetapkan biaya interkoneksi. Hal itu terkait silang pendapat aturan penurunan biaya interkoneksi untuk panggilan lokal seluler dari sekitar Rp 250 menjadi Rp 204 per menit. 

Ketua Program Studi Telekomunikasi di Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joeseph Matheus Edward menyarankan agar Kemenkominfo mau mendengarkan aspirasi berkaitan dengan komitmen operator saat mengajukan izin investasi, yakni pembangunan jaringan di seluruh Tanah Air.

Menurut Ian, dengan keluarnya Surat Edaran Nomor 1153/M.Kominfo/PI.0204.08/2016 itu, Kemenkominfo telah menabrak PP 52 tahun 2000 Pasal 23 terkait penetapan biaya interkoneksi harus berdasarkan perhitungan yang transparan, disepakati bersama, dan adil. Artinya, penetapan biaya interkoneksi harus transparan dan menggunakan perhitungan berbasis biaya yang disepakati seluruh operator.

“Jika kita mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 52 Tahun 2000 yang mengatakan biaya interkoneksi harus disepakati bersama. Itu berarti, semua operator harus setuju. Jika ada salah satu operator yang tidak setuju, maka aturan tersebut harus batal demi hukum,” kata Ian, Selasa (16/8).

Selain itu, lanjut Ian, dalam penetapan biaya interkoneksi, pemerintah seharusnya memasukkan biaya pembangunan, unsur risiko, kualitas servis, dan biaya operasional. Karena, penetapan biaya interkoneksi itu adalah demi keberlanjutan pembangunan jaringan dan menjaga kualitas layanan telekomunikasi di seluruh Nusantara.

“Kalau semua itu terpenuhi, pemerintah dan masyarakat juga akan menikmati hasil dari kondisi level of playing field yang sama. Yakni, terpenuhinya pemerataan pembangunan jaringan yang ujungnya adalah semua masyarakat menikmati layanan telekomunikasi yang lebih baik,” ujar Ian.

Fahmy Radhi, pengamat ekonomi bisnis dari Universitas Gajah Mada (UGM) menyatakan, biaya interkoneksi sejatinya hanya cost recovery, yang pada praktiknya digunakan operator untuk bisa terus membangun jaringan dem menjaga kualitas layanannya. 

Jika cost recovery itu dibayarkan tidak sesuai dengan biaya yang sebenarnya, lanjut Fahmi, otomatis kemampuan operator tersebut untuk membangun dan menjaga kualitas layanannya akan berkurang. "Artinya pelanggan juga yang akan dirugikan," ujar Fahmi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement