Jumat 05 Aug 2016 13:56 WIB

Ini Syarat Agar Indonesia Makin Maju di Bidang Robot

Rep: Rossi Handayani/ Red: Dwi Murdaningsih
EZ10 Robot Shuttle, bus tanpa sopir (swakemudi) yang diluncurkan di Jepang, Kamis (7/7)
Foto: REUTERS/Toru Hanai
EZ10 Robot Shuttle, bus tanpa sopir (swakemudi) yang diluncurkan di Jepang, Kamis (7/7)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebutuhan robot di masa depan akan begitu besar. Di banyak negara, kehadiran robot mampu menggantikan tenaga manusia yang terbatas. Robot sendiri memang dibuat semakin canggih dengan segala kemampuan yang dimilikinya.

Wakil Rektor Universitas Swiss German, Edward Boris P. Manurung mengungkapkan, Indonesia masih jauh ke arah kecanggihan robot. Ada keterlambatan menuju hadirnya robot yang semakin memiliki inovasi baru.

"Indonesia menurut saya manufacturing power rendah, inovasi itu belum dikembangkan sebagai mana mestinya. Baik dalam segi tekologi robot, bahkan hal lainnya yang semakin memudahkan manusia, tapi itukan butuh resource and development khusus dan yang tidak sedikit," kata Boris di kampus Universitas Swiss German, Serpong, Rabu (3/8).

Menurut Boris, dalam hal teknologi, Indonesia diibaratkan seperti mak comblang, artinya setiap ada produk terbaru dari luar negeri, maka kebanyakan diambil dari sana, tidak memproduksinya di dalam negeri. Terlalu banyak mengadopsi teknologi, namun tidak mengembangkannya lebih besar lagi.

Beberapa universitas memang ada yang mengembangkan robot, namun belum begitu pesat kemajuannya. Boris mengatakan, perlu dukungan dari industri yang disertai dengan kerjasama dengan sejumlah kampus.

"Harus ada dukungan manufacturing power, institusi pendididkan harus bekerjasama dengan industri dan pemerintah juga. Jadi, kalau industri mau buat sesuatu bisa lempar ke institusi pendidikan juga," ujarnya.

Selain itu, kebijakan dari pemerintah dan dana yang memadai dapat terus meningkatkan teknologi kekinian. Seperti sebelumnya, muncul mobil nasional yakni Esemka. Namun, Boris menyayangkan dengan masa depan kendaraan tersebut, yang sudah tidak terlihat lagi.

Ia menyadari, memang dari industri sendiri yang dicari adalah keuntungan, untuk itu mereka akan lebih memilih membeli dari produk luar, dibandingkan mengembangkannya di negara sendiri. Padahal sebenarnya pengembangan bisa dilakukan melalui universitas yang ada di Indonesia.

"Harus kolaborasi intitusi pendidikan dengan industri, itu perlu kerjasama saling membantu. Kalau ada dana, ada kepercayaan, universitas juga harus mengemban kepercaayan, dan dana yang banyak dari pemerintah," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement