Rabu 27 Jul 2016 22:18 WIB

Kontribusi Nyata Mengurangi Kesenjangan Digital di Kawasan Indonesia Timur

Seorang guru menggunakan layanan jaringan Telkomsel, di Tobelo, Halmahera Utara, belum lama ini.
Foto: Antara
Seorang guru menggunakan layanan jaringan Telkomsel, di Tobelo, Halmahera Utara, belum lama ini.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra

Cindy Kurnia, salah satu warga Abepura, Kota Jayapura, dengan mudahnya setiap hari memperbarui status Facebook miliknya. Meski tinggal di ujung timur Indonesia, Cindy tetap bisa memperoleh informasi terkini dari media sosial (medsos) yang diakses dari ponsel pintarnya. Tidak heran, meski kondisi infrastruktur Papua sangat tertinggal jauh dari pulau lain, terutama Jawa, namun hal itu tidak berlaku bagi jaringan internet.

Cindy juga dapat membuat status baru di Blackberry Messenger (BBM) miliknya. Berganti-ganti foto juga dilakukannya ketika bosan dengan tampilan pose tertentu. Tentu saja semua itu ia dapatkan dengan berlangganan paket internet dari salah satu provider yang terkenal memiliki jaringan kuat di wilayah Indonesia timur.

Pengalaman Prasetyo Eko lebih menarik lagi. Sebagai prajurit yang berdinas di Batalyon Infanteri 754/Eme Neme Kangasi di Timika, Kabupaten Mimika, merasa tidak memiliki jarak dengan teman-temannya yang tinggal Jawa. Dengan bergabung ke dalam grup WhatsApp, ia menyempatkan diri untuk bercanda dengan grup berisi teman SMA di Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Di sela-sela tugas menjaga objek vital di kawasan PT Freeport, Eko kerap melemparkan candaan. Bahkan, ia juga beberapa kali membagikan meme kepada teman-temannya. Alhasil, meski berada ribuan kilometer dari teman-temannya, Eko seolah tetap terhubung dan bisa menjalin silaturahim dengan teman semasa remajanya dulu.

Karena tinggal di wilayah timur Indonesia, Eko menjatuhkan pilihan menggunakan provider milik anak perusahaan BUMN. Alasannya sangat logis, karena jaringan di sana cukup stabil. "Jaringan yang bagus cuma Telkomsel bro, operator lain yang bagus hanya di kota saja. Ketika ke luar kota, zonk," ucapnya kepada Republika.co.id, Rabu (27/7).

Namun yang pasti, ia cukup tertolong bisa memanfaatkan paket data itu untuk kepentingan berkomunikasi dengan teman maupun orang tua yang tinggal di Malang. Karena itu, meski hidup terpisah pulau dan terhalang lautan, Eko tetap tersambung dengan keluarga, rekan kerja, dan teman yang tinggal di berbagai penjuru Indonesia.

Pengalaman Sofyan yang tinggal di Passo, Ambon juga hampir serupa dengan Eko. Warga asal Malang yang mendapat penugasan sebagai anggota TNI AD di kawasan Indonesia timur ini, juga pengguna provider milik BUMN. Meski tempat tinggalnya sekitar 20 kilometer di luar Kota Ambon, kata Sofyan, namun hanya ada satu sinyal perusahaan telekomunikasi yang lancar.

Kalau ia memaksa menggunakan kartu perusahaan lain, ia kehilangan risiko sinyal. Apalagi, ia juga pengguna aktif internet sehingga butuh akses internet yang dapat diandalkan. "Jaringan lain jelek, cuma satu yang bagus di sini," katanya.

Mengikis ketertinggalan

Harus diakui, Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki karakter khas dibandingkan negara lain. Dengan kondisi geografis tersebut, tersebarnya jumlah penduduk yang menghuni ribuan pulau, khususnya lima pulau besar, membuat pembangunan jaringan telekomunikasi menjadi tidak mudah. Butuh tantangan yang tak mudah untuk menyediakan fasilitas jaringan komunikasi yang andal, khususnya internet bagi warga yang tinggal di luar Jawa.

Dengan kondisi infrastruktur setiap pulau yang berbeda itu konsekuensinya berimbas pada tingkat penetrasi jaringan komunikasi yang berbeda antarwilayah. Berbeda dengan di Jawa, khususnya di kota-kota besar yang memiliki jaringan internet dengan koneksi stabil. Kondisi itu tentu menjadi sebuah hal yang diharapkan bagi pelanggan provider yang menetap di pulau dengan beragam akses infrastruktur minim.

Meski begitu, dari populasi 250 juta orang, sekitar 88 juta orang atau tumbuh di atas 30 persen yang aktif mengakses internet. Adapun 79 juta orang di antaranya tercatat kerap update di medsos yang dipunyainya. Bahkan, laman Daily Social mencatat pengguna aktif ponsel mencapai 281,9 juta atau melebihi jumlah penduduk. Angka itu menunjukkan, pengguna paket data masih sedikit kalau dibandingkan dengan jumlah ponsel yang beredar.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menyatakan, pemerintah sedang fokus membangun broadband untuk penyediaan akses telekomunikasi secara nasional. Itu lantaran Indonesia masih tertinggal dengan negara tetangga. Dalam hal kapasitas teknologi informasi dan komunikasi, Indonesia berada di peringkat empat, di belakang Singapura, Malaysia, dan Thailand.

Namun, fakta itu berupa angka rata-rata seluruh Indonesia. Kalau mengacu laporan perusahaan Open Signal pada akhir 2015, tentang kapasitas jaringan mobile broadband, Jakarta malah menduduki urutan kedua dengan akses rata-rata 7 Mbps. Ibu Kota Indonesia tersebut hanya kalah dari Singapura, dan unggul ketimbang Kuala Lumpur maupun Bangkok.

Meski begitu, kabar itu tidak membuat pemerintah gembira. Kembali lagi, persoalan tidak meratanya jaringan teknologi informasi dan komunikasi membuat pemerintah masih harus bekerja keras menutup disparitas itu. Karena kalau dibiarkan, kesenjangan digital bakal semakin melebar dan Indonesia timur semakin tertinggal.

Rudiantara memaparkan, kecepatan ungguhan di Jakarta sebesar 20 sampai 25 kali lebih cepat ketimbang di Indonesia bagian timur, seperti Ambon dan Jayapura yang memiliki kecepatan rata-rata 300 Kbps. Untuk itu, pemerintah gencar membangun jaringan telekomunikasi yang memadukan antara mobile broadband dan fixed broadband.

Dengan begitu, wilayah yang selama ini belum mendapatkan layanan data dengan baik, dapat mengejar ketertinggalan. Caranya, pemerintah mengedepankan pembangunan fixed broadband daripada mobile broadband, dengan alasan lebih sulit dan menantang.

Untuk itu, Kemenkominfo menjalankan program Palapa Ring yang ditargetkan pada Januari 2019, seluruh kota dan kabupaten di Indonesia dapat terhubung ke broadband. Proyek pembangunan jaringan serat optik nasional itu membutuhkan biaya tidak sedikit demi menciptakan akses sama rata di seluruh kota besar dan kabupaten. Sepertinya, konsep Nawa Cita pemerintah yang mengusung pembangunan dari pinggiran juga berlaku di bidang pemerataan jaringan telekomunikasi.

Peran signifikan Telkomsel

Investasi besar-besaran pada masa lalu, sekarang sedang dituai PT Telkomsel. Hal itu mengacu pada jumlah pelanggan di luar Jawa, di mana Telkomsel menjadi yang cukup dominan. Bahkan, anak perusahaan PT Telkom ini seolah tanpa pesaing khususnya di Indonesia timur, hingga kompetitor mempersoalkan hal itu. Capaian menjadi provider yang disukai pelanggan jelas tidak terjadi secara tiba-tiba. Butuh proses dan perjuangan panjang bagi perusahaan berwarna merah ini untuk meraih pasar tersebut.

Sebagai operator milik pemerintah, mereka terdepan dalam memberikan layanan kepada masyarakat dalam bidang telekomunikasi. Pun dengan paket data, perusahaan juga menjadi andalan dengan jaringan yang sanggup menggapai pelosok Nusantara. Kondisi itu jelas menguntungkan masyarakat di suatu wilayah dengan jumlah penduduk sedikit, namun membutuhkan akses teknologi komunikasi.

Dirut Telkomsel Ririek Adriansyah menyatakan, sejak awal berdiri perusahaan punya tujuan supaya akses telekomunikasi dapat dirasakan masyarakat di manapun berada, baik di perkotaan, perbatasan negeri, hingga pulau terluar. Karena itu, memasuki usia ke-21 tahun, Telkomsel bertranformasi untuk semakin berkomitmen melayani pelanggan hingga ke pelosok negeri.

Tidak heran, Telkomsel yang kini menjadi perusahaan digital berusaha terus berinovasi untuk mempertahankan loyalitas sekitar 154 juta pelanggan, dengan menghadirkan layanan baru. Kehadiran layanan digital lewat teknologi 4G LTE di 100 kota di Indonesia merupakan bukti terbaru. Dengan menargetkan 12 juta pelanggan 4G LTE pada akhir tahun 2016, perusahaan ingin memberikan layanan digital terbaik bagi pelanggan.

Tentu saja layanan digital itu untuk meningkatkan produktivitas maupun mendorong geliat ekonomi masyarakat. Saat ini, dengan adanya fasilitas broadband terbaru, pelanggan dapat memanfaatkan layanan itu untuk mengembangkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Meski berada di ujung negeri atau kawasan perbatasan negara, mereka dapat memanfaatkan jaringan internet untuk memasarkan produk daerah.

Belum lagi, Telkomsel sekarang juga memiliki fasilitas bernama TCash. Fasilitas tersebut merupakan bentuk layanan uang elektronik, di mana pelanggan diberi kemudahan bertransaksi secara nontunai hingga menabung dengan memanfaatkan gawai miliknya. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang jauh dari layanan perbankan dan lembaga keuangan, keberadaan TCash merupakan sebuah keuntungan luar biasa kalau dapat dimanfaatkan dengan baik.

Pun di bidang pariwisata, pelaku lokal dapat memanfaatkan keberadaan medsos untuk mempromosikan keunggulan wisata setempat maupun souvenir yang dijual. Pemerintah yang sedang concern mendatangkan belasan juta orang asing untuk berkunjung ke Indonesia dapat dijadikan peluang untuk mengajak turis berwisata, setelah tertarik dengan tempat wisata lokal. Karena kita tahu, banyak wisata alam yang selama ini belum dipromosikan dengan baik, padahal kendala itu harusnya bisa disiasati dengan memanfaatkan kehadian medsos untuk promosi suatu daerah.

Meski teknologi internet di pelosok berbeda dengan di kota besar, tetap saja warga di daerah menjadi pihak yang diuntungkan terkait kehadiran Telkomsel. Sebabnya, mereka masih bisa mendapatkan sinyal di daerah terpencil, yang belum tentu operator lain mau menggarapnya. Yang tidak boleh dilupakan, membangun infrastruktur untuk penyediaan layanan data di kawasan Indonesia timur dengan kondisi geografis cukup sulit membutuhkan komponen biaya di atas rata-rata.

Satu hal yang dapat dipastikan, kehadiran jaringan Telkomsel di wilayah yang belum dilirik provider lain membuktikan perusahaan BUMN ini berkomitmen untuk memberikan layanan terbaik bagi masyarakat yang hidup di wilayah terpencil, pulau terdepan, dan kawasan perbatasan negara.

Sudah terbukti pula, keberadaan jaringan telekomunikasi mampu mengikis ketertinggalan informasi dan teknologi masyarakat yang tinggal jauh dari perkotaan. Pertanyaannya, apakah sumber daya manusia (SDM) masyarakat itu mau memanfaatkan kehadiran berbagai fasilitas terbaru Telkomsel itu atau hanya menjadikan ponsel pintarnya sebagai sarana bermain-main belaka.

Hanya saja, perusahaan tentu tidak perlu terus berpuas diri. Tantangan ke depan di industri seluler semakin ketat. Butuh beragam inovasi dan program baru yang harus ditawarkan perusahaan agar pelanggan semakin loyal dan enggan untuk melirik yang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement