REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Ketindan Lawang Kabupaten Malang tengah mengembangkan produk sabun herbal sebagai alternatif sabun sehat kepada masyarakat.
Sabun herbal diracik tanpa menggunakan sodium lauryl sulfate (SLS) atau lebih dikenal dengan deterjen.
Zat yang berfungsi sebagai pengental dan menghasilkan busa ini salah satu penyebab kulit menjadi kering. Sebagai gantinya, sabun herbal menggunakan bahan organik berupa minyak jarak dan minyak kelapa.
"Sabun tetap berbusa tapi asalnya dari minyak," jelas Saptining Mukti Rahajeng, peneliti di BBPP, kepada Republika Selasa (28/6).
Beberapa varian sabun herbal produksi BBPP sudah dilempar ke pasaran secara terbatas. Varian sabun herbal antara lain berbahan virgin coconut oil (VCO) dan lemon berry, kopi, serta sirih merah dan beras.
Semuanya berfungsi mencerahkan dan menjaga kelembaban kulit. Ada juga sabun berbahan air mawar, bawang putih, dan lengkuas yang bermanfaat mengobati penyakit kulit.
Sabun herbal produksi BBPP menggunakan pelarut air yaitu alkohol 70 persen. Inilah yang membuat sabun berwarna bening. Ajeng menyebut makin lama disimpan sabun herbal makin bagus karena kandungan herbal semakin pekat.
"Pemasaran melalui spa ke spa dan secara online di bawah pengawasan BBPP," ungkap ahli bioteknologi dan pemuliaan tanaman ini. Dalam sebulan, sekitar empat ratus buah sabun herbal laku terjual.
Ia menuturkan produksi sabun herbal dibuat sesederhana mungkin agar mudah diadaptasi oleh petani dan pengusaha kecil. Peralatan yang dibutuhkan berupa panci stainless steel.
Untuk mencetak sabun, digunakan cetakan dari pralon plastik atau cetakan kue plastik berlabel food grade. Walaupun melalui proses pengolahan, Ajeng memastikan kandungan nutrisi dan vitamin C dari bahan baku sabun tetap terjaga.
Sabun herbal ini juga diyakini ramah lingkungan karena minus penggunaan SLS. Sebagaimana diketahui, limbah deterjen tidak dapat terurai sehingga mencemari lingkungan.
Karena sabun herbal menggunakan minyak organik sebagai campuran, limbah yang dihasilkan dapat diurai dan tidak mencemari lingkungan.
(Baca juga: Mahasiswa UGM Ciptakan Alat Peringatan Banjir dan Kebakaran Hutan)