REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Produk pangan asal hewan berpotensi membawa bahaya baik bahaya biologis maupun kimia.
Bahaya biologis misalnya bakteri dan virus sedangkan bahaya kimia adalah adanya kandungan bahan kimia berbahaya di dalam daging.
Bagi masyarakat awam, tidak mudah membedakan daging sehat dan tidak sehat. Namun kini sebuah alat pendeteksi daging ayam potong berhasil diciptakan oleh sekelompok mahasiswa.
Startec (smart tetracycline residual kit detection) adalah inovasi yang digagas lima mahasiswi Universitas Brawijaya. Ide ini berawal dari seorang kawan mereka yang mengalami gatal-gatal hingga diopname setelah mengonsumsi daging ayam. Ternyata keluhan itu timbul karena daging yang dikonsumsi mengandung residu tetrasiklin.
Berangkat dari kasus tersebut, kelima sekawan ini memunculkan ide alat pendeteksi daging ayam. Bekti Sri Utami, Hana Razanah, Fitri Indah Permata, dan Annisa Rizqi Rafrensca dari Fakultas Kedokteran Hewan berkolaborasi dengan Puspita Diah Pravitasari dari Jurusan Kimia Fakultas MIPA.
Gagasan mereka yang dituangkan dalam judul "Inovasi Pembuatan Deteksi Residu Tetrasiklin pada Karkas Ayam Broiler Berbasis Acidium sulfuricum sebagai Upaya Mewujudkan Keamanan Pangan Asal Hewan" memperoleh pendanaan dari Dikti.
"Sejak Maret 2016 lalu, tim mulai merealisasikan pembuatan Startec," jelas Bekti mewakili rekan-rekannya saat ditemui akhir pekan ini.
Tetrasiklin adalah growth promotor yang diberikan kepada ayam potong. Bakteri pada ayam yang menghambat penyerapan nutrisi bisa dihilangkan melalui pemberian tetrasiklin. Ayam yang diberi tetrasiklin akan tumbuh besar lebih cepat. Tetrasiklin bisa terkandung dalam pakan ayam atau langsung diberikan sebagai growth promotor.
Dengan menggunakan Startec, siapapun dapat mendeteksi kandungan tetrasiklin dengan cepat dan mudah. Alat seukuran botol kecil air mineral ini terdiri atas penumbuk daging dan dua tabung suntik. Masing-masing tabung berisi reagen berupa asam sulfat dan EDTA (ethylendiaminetetraacetic acid).
Potongan daging ayam diletakkan di dalam wadah dan ditumbuk. Setelah itu diteteskan EDTA untuk memisahkan tetrasiklin dari protein lain di dalam daging. Daging kemudian ditetesi asam sulfat yang akan langsung bereaksi dengan daging.
"Semakin kuning warna daging yang ditetesi asam sulfat, semakin besar konsentrasi tetrasiklin," papar Bekti.
Daging ayam masih aman dikonsumsi jika kandungan tetrasiklin di bawah 100 ppb (part per billion) atau 0,1 ppm (part per million). Sementara ini, trayek indikator yang mereka ciptakan baru dapat mendeteksi konsentrasi residu dari 10 ppm - 110 ppm.
Puspita Diah Pravitasari menjelaskan tim masih berupaya untuk menyempurnakan Startec. Uji lapangan akan dilakukan dalam waktu dekat pada daging ayam di pasar-pasar di Kota Malang. Diharapkan dengan adanya Startec, masyarakat dapat lebih mudah memilih daging ayam potong yang sehat.