REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pemberdayaan Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Septriana Tangkary, menyatakan pihaknya telah menyiapkan tiga pendekatan guna mengantisipasi kejahatan seksual di kalangan anak-anak karena teknologi informasi (TI).
"Indonesia memang sudah tergolong darurat penyalahgunaan TI yang berdampak negatif," katanya dalam seminar "Peran Guru BK Menangani Penyalahgunaan TI di Kalangan Siswa" oleh Universitas Nahdlatul Ulama (Unusa) Surabaya, akhir pekan lalu.
Ketiga pendekatan itu, menurut dia, adalah pendekatan teknologi, hukum, dan sosiokultural.
"Untuk pendekatan teknologi, Kemenkominfo mengajak provider (ISP) memberlakukan Trust Positif dan Whitelist. Trust Positif untuk menyaring konten negatif dan DNS Whitelist Nusantara untuk menyebarkan daftar konten putih atau positif," katanya.
Di hadapan para guru bimbingan konseling (BK) dari Surabaya dan sekitarnya dalam seminar itu, dikatakannya, Whitelist sudah diujicoba untuk 400 sekolah dan pesantren pada delapan provinsi, yakni Banten, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Jakarta Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan.
"Dalam praktiknya, Whitelist akan memberikan rekomendasi situs berkonten positif minimal sejuta situs hingga tahun 2019," katanya.
Pendekatan hukum, dikemukakannya, melalui kerja sama dengan Kominfo untuk memblokir konten negatif dan konten kekerasan, serta penerapan etika siber (cyber ethic).
"Untuk pendekatan sosiokultural itu melalui kerja sama dengan Kemendikbud dan masyarakat, seperti pelatihan pemanfaatan Internet dengan cerdas serta pembuatan animasi khas Indonesia. Kami juga memberi peluang masyarakat untuk mengadu lewat [email protected]," katanya.
Namun, ia berharap keluarga juga melakukan peran yang lebih baik lagi.
"Kemenkominfo mengajak masyarakat menjadi agen perubahan informatika atau revolusi mental informatika, misalnya ayah yang bekerja menyempatkan 10 menit untuk berbicara, menatap, menyentuh, peduli dan mendampingi anaknya," katanya.
Ia mengatakan, orang tua perlu melakukan hal itu daripada semuanya terlambat karena anak yang awalnya tidak sengaja dengan konten yang tidak mendidik dan akhirnya menjadi kebiasaan atau bahkan keharusan, sehingga justru sulit dibenahi.
"Kami sudah memblokir beberapa konten negatif dan juga 15 game online yang mengandung unsur kekerasan sesuai penilaian Kemdikbud, namun kalau orang tua dan para pemilik provider tidak memiliki hati, maka semuanya akan selesai," katanya menambahkan.