REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Yoghurt atau juga dikenal sebagai susu asam merupakan hasil olahan susu lewat proses fermentasi.
Fermentasi konvensional seringkali memakan waktu yang lama antara 12-18 jam. Sekelompok mahasiswa Universitas Brawijaya berhasil mengembangkan teknologi mesin Authomatic Yoghurt Bioreactor (AYTRON) yang mampu mengoptimalkan produksi yoghurt.
Teknologi AYTRON digagas empat mahasiswa Universitas Brawijaya dalam Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Teknologi DIKTI 2016. Keempat mahasiswa tersebut adalah Mas Wisnu Aninditya, Nada Mawarda Rilek, M. Ghadafy, dan Sri Handayani Nofiyanti.
Di bawah bimbingan dosen Yusron Sugiarto, mesin ini mengkombinasikan teknologi pemanasan electrical heating dan fuzzy logic control. Electrical heating merupakan sistem pemanasan yang mampu meratakan panas pada udara lingkungan.
Untuk mendukung kinerja electrical heating, bioreaktor dilengkapi dengan fuzzy logic yaitu sistem kontrol cerdas yang dapat diimplementasikan pada suhu bioreaktor yoghurt. AYTRON menggunakan algoritma fuzzy logic agar suhu menjadi lebih stabil dan panas cepat merata.
Rekayasa tersebut menghasilkan setting time menjadi lebih cepat dan dapat meminimalisir error. "Proses pembuatan yoghurt hanya memerlukan waktu 4-6 jam dan tingkat kegagalan proses menjadi rendah," jelas Wisnu dalam keterangan yang diterima Republika, Rabu (11/5).
Teknologi ini mulai disosialisasikan di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang akhir April lalu. Wilayah Pujon memang terkenal dengan potensi susu yang melimpah. Salah satunya yang dihasilkan oleh kelompok peternak Dworowati.
Rendahnya harga penjualan susu membuat kelompok peternak ini berinisiatif membuat pengolahan susu mandiri untuk meningkatkan nilai jual susu melalui produk olahan susu yaitu yoghurt.
Namun tingginya nilai jual ini tidak sebanding dengan umur yoghurt yang mudah basi. Inilah yang mendasari empat mahasiswa Universitas Brawijaya dalam membuat mesin fermentasi yogurt.
Selama ini produksi yoghurt Dworowati masih menggunakan proses konvensional. Fermentasi dilakukan pada wadah tertutup bersuhu ruang antara 18-27 derajat Celcius. Sehingga, proses produksi memakan waktu lama sekitar 12-18 jam.
Metode tersebut masih rentan terjadi kontaminasi sehingga tingkat kegagalan proses cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan tingkat produksi yoghurt Dworowati hanya mencapai 50 liter per hari.
Peningkatan produksi dikhawatirkan dapat meningkatkan kerugian besar dalam produksi karena kegagalan proses. "Akibatnya banyak permintaan pasar yoghurt Dworowati tidak dapat terpenuhi dan menurunkan daya saingnya," ujar Wisnu.
AYTRON, menurut kelompok ini, dibuat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. AYTRON merupakan bioreaktor yoghurt pada proses fermentasi yang dirancang khusus. Mesin ini mampu bekerja secara otomatis pada suhu yang telah disesuaikan dengan kebutuhan suhu optimal pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus termophillus (starter) pada proses fermentasi yoghurt bersuhu 43 derajat Celcius.
April lalu tim ini telah melakukan sosialisasi. Mereka akan mulai menerapkan AYTRON di Desa Ngabab, Pujon, Kabupaten Malang. Implementasi AYTRON diharapkan dapat meningkatkan produktivitas Kelompok Peternak Dworowati dalam produksi yoghurt sehingga mendongkrak daya saing peternak.