Sabtu 09 Apr 2016 15:35 WIB

Kotoran Gajah Bantu Cari Jejak Pasukan Hannibal

Rep: MGROL55/ Red: Winda Destiana Putri
Gajah. Ilustrasi
Foto: Foxnews
Gajah. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Para ilmuwan mungkin telah membuka salah satu teka-teki besar dunia kuno, dengan menganalisis mikroba dari kotoran kuda untuk menemukan di mana Hannibal dan pasukannya melintasi gunung Alpen.

Pada waktu itu Jenderal Karthago adalah orang yang memimpin pasukan Hannibal sebanyak 30.000 laki-laki, 37 gajah dan lebih dari 15.000 kuda dan keledai untuk menyerang Italia. Mereka berjalan melintasi pegunungan ALpen selama Perang Punic kedua, yang berlangsung dari 218 SM 201 SM.

Namun, sebenarnya rute Hannibal melintasi Alpen telah hangat diperdebatkan oleh para sejarawan. Dilansir dari laman Foxnews, Sabtu (9/4) sekarang, sebuah tim ilmuwan internasional telah menemukan bukti di perbatasan antara Perancis dan Italia. Memanfaatkan radiokarbon, analisis metagenome mikroba, kimia lingkungan dan analisis serbuk sari, para ahli telah menunjukkan peristiwa terjadi dekat Col de Traversette pada 218 SM.

"Biasanya, kita melihat bakteri ini pada tingkat yang cukup rendah dalam tanah, namun, dalam kasus ini, kami menemukan nomor relatif sangat tinggi," katanya.

Para ilmuwan juga melihat peningkatan jumlah garam empedu yang berasal dari usus, serta perubahan tajam dalam catatan serbuk sari sedimen ini. "Analisis serbuk sari menunjukkan kepada kita bahwa ada pasti perubahan yang signifikan dalam karakteristik deposisi pada titik Hannibal menyeberangi Alpen," jelas Allen.

mikrobiologi mengakui bahwa peneliti beruntung untuk menemukan lumpur, yang ada pada 8.000 tahun yang lalu. Pada tahap ini, para ilmuwan tidak yakin berapa banyak gajah Hannibal ini telah memberikan kontribusi.

Proyek ini merupakan kolaborasi antara Universitas Queen, York University Toronto, Universitas Dublin City Irlandia, Universitas Tartu Estonia dan peneliti di Kanada, Portugal, Perancis.

Profesor AS Bill Mahaney dari York University memimpin ekspedisi ke Col de Traversette ini dibantu juga oleh Professor Sarah Finkelstein dari Universitas Toronto Associate untuk memberikan analisis serbuk sari.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement