REPUBLIKA.CO.ID, PITTSBURGH —- Satu penelitian terbaru mengungkap, semakin banyak waktu yang dihabiskan orang-orang dewasa muda untuk media sosial (medsos), semakin besar pula kemungkinan mereka untuk menjadi depresi.
Studi yang dilakukan para peneliti dari University of Pittsburgh di Pennsylvania, AS, tersebut melibatkan 1787 partisipan di AS dengan rentang usia 19–32 tahun. Berdasarkan hasil temuan, mereka yang terlalu sering membuka medsos dalam sepekan 2,7 kali lebih mungkin terkena depresi dibandingkan mereka yang jarang bermain medsos.
Penelitian juga mengungkap, para partisipan umumnya menggunakan medsos rata-rata selama 61 menit setiap hari dan membuka akun 30 kali per pekan. Seperempat dari mereka ditemukan memiliki indikator depresi yang tinggi.
“Kuat kemungkinan bahwa orang-orang yang sudah memiliki gejala depresi mulai menggunakan media sosial berlebihan. Bisa jadi karena mereka merasa tidak memiliki gairah untuk terlibat banyak dalam hubungan sosial langsung,” ujar Dr Brian Primack selaku pemimpin penelitian tersebut, seperti dilansir Independent, Kamis (24/3).
Kendati demikian, ia mengatakan ada beberapa alasan mengapa kecanduan medsos bisa menyebabkan pikiran menjadi lebih depresi. Salah satu contohnya adalah fenomena yang disebut ‘Facebook depression’.
“Ini menyiratkan adanya potensi seperti lingkaran setan. Orang-orang yang mengalami depresi mungkin beralih ke medsos sebagai pelarian. Tetapi penggunaan fasilitas dunia maya itu secara berlebihan justru hanya memperburuk depresi mereka,” ucapnya.
Penelitian kali ini menyasar para pengguna platform media sosial paling populer seperti Facebook, YouTube, Twitter, Google Plus, Instagram, Snapchat, Reddit, Tumblr, Pinterest, Vine, dan LinkedIn. Saat ini tercatat ada lebih dari 1 miliar orang secara aktif menggunakan Facebook setiap hari, sedangkan Twitter berhasil menarik 320 juta pengguna aktif setiap bulan.
“Kami tidak sedang menyarankan orang-orang untuk berhenti menggunakan medsos. Tetapi kami hanya berharap penelitian ini dapat membantu masyarakat menemukan solusi bagaimana cara terbaik menggunakan medsos agar tidak merugikan kesehatan mereka,” kata Primack lagi.