REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) merekomendasikan penggunaan teknologi biofiltrasi dan ultrafiltrasi untuk meningkatkan kualitas air baku yang tercemar limbah domestik menjadi air siap minum.
"Teknologi yang ada ini soal peningkatan kualitas air baku PDAM. Persoalannya ada di sungai kita yang banyak tercemar limbah domestik, sehingga kualitasnya tidak sesuai sebagai sumber air baku," kata Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT Rudi Nugroho di Jakarta, Kamis.
Kondisi tersebut, ia mengatakan, menyebabkan air olahan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Dan teknologi yang direkomendasikan tersebut diharapkan dapat menjadi solusi permasalahan ketersediaan air minum yang layak dan bersih di Indonesia.
Teknologi biofiltrasi, menurut dia, sangat ampuh digunakan untuk menghilangkan polutan, dengan mengandalkan kerja mikroorganisme yang akan menguraikan polutan dari limbah-limbah rumah tangga. Tahap selanjutnya air diproses dengan filter konvensional sebelum dilanjutkan dengan teknologi ultrafiltrasi.
Teknologi tersebut, Rudi mengatakan menggunakan membran yang lubangnya sebesar seperseratus mikron. Sehingga secara teori bakteri 0,5 mikron dapat ditahan.
"Satunya lagi, hasil dari produk ultrafiltrasi itu diproses lebih lanjut, dengan RO (Reverse Osmosis) supaya jadi bisa diminum, dijual, dan hasilkan margin," ujar dia.
Menurut dia, hasil uji coba teknologi ini PDAM Taman Kota sangat baik, terbukti dengan bisa beroperasinya kembali dan menambah pasokan air baku DKI Jakarta, dengan kapasitas 100 liter per detik.
Selain itu, Rudi mengatakan teknologi ultrafiltrasi ini juga sudah diterapkan untuk banjir kawasan Pluit di 2013. "Dengan menggunakan truk dan dikirim ke daerah banjir maka korban banjir yang sudah dua minggu tidak mandi karena tidak ada air bersih saat itu bisa mandi langsung".
Saat ini, pengadaan air bersih di Indonesia khususnya untuk skala yang besar masih terpusat di daerah perkotaan, dan dikelola oleh Perusahaan Air Minum (PAM) kota yang bersangkutan. Namun hingga saat ini secara nasional jumlahnya masih belum mencukupi dan dapat dikatakan relatif kecil yakni 19 persen.
Sementara daerah yang belum mendapatkan pelayanan air bersih dari PAM umumnya menggunakan air tanah (sumur), air sungai, air hujan, air sumber (mata air). Dari hasil survei penduduk antar sensus 1995, persentase banyaknya rumah tangga dan sumber air minum yang digunakan di berbagai daerah di Indonesia sangat bervariasi tergantung dari kondisi geografisnya.