REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Saat ini kebanyakan plastik terbuat dari minyak bumi yang merupakan sumber daya alam tak terbarukan. Sehingga plastik tidak mudah terurai secara alami. Hal tersebut pada akhirnya menimbulkan pencemaran lingkungan. Kondisi inilah yang mendorong lima mahaiswa Teknik Kimia UGM untuk membuat plastik biodegradable dari limbah sisik ikan.
Mereka adalah Ivone Marselina Nugraha, Cesaria Riza Asyifa, Machlery Agung Pangestu, Palupi Hanggarani, dan Rifani Amanda. Mereka sengaja membuat plastik yang mudah terurai secara alami dan terbuat dari bahan terbarukan. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat plastik biodegradabel meliputi senyawa-senyawa yang terdapat pada tanaman, seperti pati, selulosa. Sedangkan pada hewan seperti, kitin, kaseon, dan kitosan.
“Sisik ikan selama ini belum banyak dimanfaatkan dan hanya dibuang begitu saja. Padahal dalam limbah sisik ikan terdapat kitin dan kitosan. Sehingga berpotensi untuk dibuat plastik,” kata Ivone, kemarin.
Ia menyampaikan, saat ini sebenarnya plastik biodigredable yang memanfaatkan bahan terbarukan sudah banyak dikembangkan. Diantaranya berasal dari kitosan udang dan kepiting, serta pati singkong. Tapi Ivone dan kawan-kawan sengaja menggunakan kitosan dari sisik ikan gurami dan ikan kakap. Sisik-sisik tersebut mereka dapatkan dari sejumlah rumah makan di Jogja. Lalu mereka meneliti lebih lanjut. Limbah sisik kedua jenis ikan tersebut dibersihkan terlebih dahulu kemudian dijemur untuk selanjutnya dilakukan pemisahan protein dari kitosan.
Setelah dilakukan deproteinasi pengolahan dilakukan ke tahap demineralisaisi untuk memisahkan mineral dari sisik ikan sehingga diperoleh senyawa kitin. Kitosan selanjutnya dilarutkan ke dalam larutan asam asetat dengan diberi tambahan gliserol. Setelah itu dioven sampai memperoleh plastik yang diinginkan.
Cesaria menambahkan, meskipun hasilnya menunjukkan kedua jenis sisik ikan itu berpotensi digunakan sebagai plastik biodegradable, mereka masih perlu melakukan serangkaian penelitian lanjutan. Pasalnya kitin dan kitosan dari hasil ekstraksi kedua jenis sisik ikan tersebut belum memenuhi standar kitin dan kitosan komersial. Sehingga plastik yang dihasilkan masih getas dan berwarna keruh.
“Kandungan abu dalam kitin masih tinggi. Sehingga kita masih perlu penelitian lebih lanjut untuk mengurangi kadar abu dari kitin dan kitosan ekstrak sisik ikan untuk mendapatkan plastik dengan kualitas yang lebih baik,” tuturnya.