Jumat 12 Feb 2016 22:49 WIB

Telkom Siap Hadapi Gempuran OTT

Telkom Indonesia
Telkom Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Telkom) menegaskan siap menghadapi para pemain Over The Top (OTT) atau perusahaan penyedia layanan data internet yang memanfaatkan jaringan operator telekomunikasi.

"Kami menganggap OTT tidak sebagai ancaman, tetapi peluang baru yang harus digarap. Kita sudah menyiapkan sejumlah jurus untuk menghadapinya," kata Direktur Konsumer Telkom Dian Rachmawan di Jakarta, Jumat.

Menurut Dian, fenomena saat ini kehadiran OTT mulai menggerus potensi pendapatan operator telekomunikasi. "Namun dalam menjalan bisnis OTT juga harus mengikuti aturan secara fair," tegasnya.

Area OTT yang bersinggungan dengan telekomunikasi, meliputi OTT Voice dan OTT Messaging/Social Media seperti Skype, whatsapp, LINE, Viber, KakaoTalk, GoogleTalk, Wechat, dan Telegram.

Selanjutnya, OTT Content/Video dan OTT Cloud Computing diyakini akan menjadi OTT dengan pertumbuhan tertinggi dalam waktu dekat.

"Pemain OTT dianggap sebagai bahaya laten bagi para operator karena tidak mengeluarkan investasi besar, tetapi mengeruk keuntungan di atas jaringan milik operator," katanya.

Strategi yang disiapkan Telkom antara lain, mempertahankan jasa voice eksisting dan menawarkan kualitas yang lebih naik yang lebih baik (cristal clear voice, dll) untuk dapat menarik minat pengguna.

"Di media sosial melakukan manage retreat. Di Video/content menawarkan platform internet TV, sedangkan pada Cloud/IoT/M2M menawarkan platform cloud computing dengan mengoptimalkan infrastruktur milik Telkom. Misalnya, penggunaan data center atau solusi dari TelkomSigma," ujar Dian.

Lebih lanjut Dian menjelaskan, salah satu yang harus dilihat dalam hubungan antara operator dengan OTT adalah masalah kedaulatan baik itu di sisi pengelolan jaringan atau mematuhi regulasi di sebuah negara.?

"Kami blokir Netflix karena sepertinya mereka tidak memahami Indonesia dengan benar. Arogansi dan sikap meremehkan menjadi boomerang bagi kelangsungan bisnis mereka di Indonesia. Sangat naif mereka bermitra dengan Telco lokal ketika masuk negara lain, namun? datang tanpa melihat kami di Indonesia," tegas Dian.

Untuk itu Dian mengharapkan, semua pihak bisa melihat lebih jernih fenomena OTT dengan?mempunyai kesatuan pandangan bahwa negara dan bangsa harus berdaulat atas pendayagunaan internet untuk kepentingan bangsa?yang meliputi seluruh aspek Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Pertahanan, dan Keamanan.

"Harap diketahui, sebagian besar pemain OTT bermarkas di Amerika, kita tentunya tidak bisa meniru secara ekstrem seperti Cina yang tidak mengizinkan Facebook, Google, Amazon, PayPal dan mengganti dengan QQ, Baidu, Alibaba, Alipay, namun paling tidak ada pendekatan jalan tengah yang juga memberdayakan pemain-pemain OTT lokal untuk kedaulatan NKRI," tutupnya.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement