REPUBLIKA.CO.ID, PYEONG CHANG -- Para penjahat cyber kini lebih memilih mengincar orang dibanding infrastruktur teknologi informasi. Salah satunya disebabkan oleh rendahnya kesadaran akan keamanan cyber di sebagian besar negara, termasuk di beberapa negara maju. Hal ini menjadi salah satu fokus yang dibahas oleh perwakilan Indonesia dalam ajang International Conference on Advanced Communications Technology (ICACT) yang berlangsung di PyeongChang Korea Selatan, 31 Januari-3 Februari.
Indonesia diwakili oleh lembaga riset keamanan Communication and Information System Security Research Center (CISSReC). Chairman CISSReC Pratama Persadha yang juga hadir sebagai narasumber menjelaskan bahwa fokus pembahasan pada bagaimana meningkatkan kesadaran keamanan siber lewat organisasi dan lembaga riset yang ada di Indonesia.
Dalam papernya, 'How Inter-organizational Knowledge Sharing Drives National Cyber Security Awareness?: A Case Study in Indonesia', Pratama menjelaskan bahwa penjahat cyber saat ini cenderung menjadikan orang sebagai sasaran, ketimbang mesin atau infrastruktur. “Karena orang sebagai operator dianggap lebih banyak mempunyai informasi yang sangat bernilai, karena itu komunikasi menjadi penting untuk diamankan. Kesadaran inilah yang secara umum belum terbangun, khususnya di Indonesia,” kata dia, melalui siaran pers.
Pratama menggarisbawahi bahwa tujuan akhir dari kesadaran keamanan cyber yang paripurna adalah terciptanya sistem dan aturan yang melindungi stakeholder dan prasarana sektor-sektor strategis.
“Ujungnya adalah tercipta sebuah sistem yang tidak hanya melindungi infrastruktur, namun juga pemangku kebijakan dari upaya penyadapan, pencurian informasi dan upaya lain yang membahayakan kedaulatan bangsa,” jelasnya.
Dijelaskan olehnya bahwa komunikasi manusia dewasa ini semakin tergantung pada teknologi informasi. Akibatnya jelas, bahaya yang mengancam teknologi informasi juga secara langsung mengancam komunikasi kita saat ini, seperti virus, peretasan dan penyadapan.
“Cara dan perangkat komunikasi telah berevolusi mengikuti perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Konsekuensinya ancaman terhadap komunikasi dan keamanan data juga meningkat,” kata Pratama.
Karena itu diperlukan usaha tidak hanya dari pemerintah, namun juga dari seluruh elemen masyarakat. Di beberapa negara seperti Australia, kesadaran keamanan cyber ini bisa dibangun dari bawah.
“Model masyarakat Indonesia ini suka berkumpul dan diskusi, di sinilah titik penting untuk berbagi ide sekaligus edukasi pentingnya keamanan cyber. Dengan digerakkan oleh organisasi di masyarakat, hasilnya bisa lebih efektif,” katanya.