REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembanguan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir sangat memungkinkan dilakukan sesegera mungkin.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Djarot Sulistio Wisnubroto menyatakan anggaran awal pembangunan PLTN masih menajdi kendala.
Dalam sisi politik dan sumber daya manusia, Djarot mengatakan, pemerintah dan pemangku kepetingan lain telah memberikan sinyal positif terhadap pembangunan PLTN. Hanya saja, kendala pengadaan dana memang dinilai cukup besar untuk membangun PLTN.
"Tidak bisa dibandingkan antara PLTS dan PLTN," ujar Djarot di Gedung Pusat BATAN, Jakarta belum lama ini.
Ia menjelaskan, dalam pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Kupang lalu hanya membutuhkan sekitar Rp 1 Triliun lebih. Sedangkan dalam pembangunan PLTN dimungkinkan membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Perbedaan ini bertolok ukur dari pasokan listrik yang bisa dihasilkan, Jika PLTS cangkupannya hanya pada wilayah lokal dengan kebutuhan pasokan listrik yang tidak terlalu besar, maka PLTN dapat memasok listrik untuk daerah dengan industri besar.
Menurut Djarot, PLTN memiliki titik lemah pada investasi awal. Ia mencontohkan dengan pembanguan PLTN di Uni Emirat Arab yang mengeluarkan dana sebesar Rp 200 Triliun untuk pengadan 4 x 1400 MW.
"Kalau investasi 3 sampai 4 kali lebih mahal dari batu bara, tapi selanjutnya sangat kompetitif dan stabil meski di awal jadi tantangan besar," ujar Djarot.
Melihat tantangan pembangunan PLTN di dalam pendanan, Djarot mengusulkan agar membuka peluang bagi investor luar untuk membangun PLTN. Indonesia yang di wakili BATAN dapat menjadi pemantau dan pengawas jalannya PLTN untuk menjamin keamanan dalam pengoperasiannya.