Selasa 08 Dec 2015 12:12 WIB

Facebook, Google dan Twitter Tingkatkan Perlawanan ke ISIS

Rep: c01/ Red: Dwi Murdaningsih
hasil survey yang menunjukkan bagaimana negara muslim melihat isis
Foto: the independent
hasil survey yang menunjukkan bagaimana negara muslim melihat isis

REPUBLIKA.CO.ID, Perusahaan teknologi raksasa termasuk Facebook, Google dan Twitter meningkatkan upaya untuk melawan propaganda dari ekstrimis ISIS melalui media sosial dan internet. Selain itu, perusahaan-perusahaan raksasa ini juga meningkatkan upaya untuk mencegah kelompok ekstrimis melakukan perekrutan online dengan memanfaatkan media sosial dan internet.

Tindakan ini diambil oleh para perusahaan teknologi raksasa setelah ISIS meluncurkan aplikasi ponsel pintar yang memungkinkan para anggota ISIS menonton video pemenggalan kepala hingga pidato dari pimpinan kelompok. Peluncuran aplikasi tersebut dinilai telah menunjukkan bahwa pengaruh ISIS dengan memanfaatkan media sosial dan internet telah melangkah lebih jauh.

Kabar mengenai perusahaan-perusahaan besar ini melakukan perlawanan terhadap gerakan ISIS mencuat setelah Perdana Menteri Prancis dan pejabat European Commission melakukan pertemuan terpisah dengan Facebook, Google, Twitter dan beberapa perusahaan lain. Pertemuan tersebut membahas meminta adanya respon dan aksi yang cepat terhadap hasutan terorisme online serta pidato kebencian.

Telegram blokir aplikasi berkaitan dengan ISIS

Meski begitu, beberapa pegawai Facebook, Google dan Twitter merasa khawatir jika kabar kerjasama perusahaan mereka dengan badan penegak hukum Barat menjadi konsumsi publik. Pasalnya, itu memungkinkan adanya permintaan yang sama dari banyak negara untuk melakukan kerjasama yang serupa. Selain itu, mereka juga khawatir jika para pengguna mereka melihat Facebook, Google dan Twitter sebagai alat dari pemerintah.

Yang lebih buruk, mereka juga khawatir jika ketiga perusahaan ini membocorkan cara mereka "menjaring" indikasi terorisme secara online. Jika hal ini menjadi konsumsi publik, bukan tidak mungkin jika para ekstrimis yang ahli terhadap teknologi akan mempelajari sistem mereka dan mencoba untuk merusak sistem tersebut.

"Jika mereka tahu rahasia untuk memaksa konten masuk ke newsfeed, para spammer atau siapa pun dapat memanfaatkan celah tersebut," terang salah satu staff ahli keamanan Facebook dan Twitter yang menolak disebutkan namanya.

Karena itu, Facebook, Google dan Twitter menyatakan bahwa mereka tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap komplain atau permintaan pemerintah dengan komplain atau permintaan netizen pada umumnya. Perlakuan berbeda baru akan diberikan ketika pemerintah memiliki surat perintah pengadilan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement