REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Para pakar teknologi di Asia Pasifik berkumpul di Kuta untuk membahas pemanfaatan teknologi antariksa guna meminimalkan dampak yang ditimbulkan dari bencana alam. Dalam kegiatannya, ada sejumlah inisiatif untuk mengembangkan kerja sama memanfaatkan teknologi antariksa guna menurunkan risiko dari bencana alam.
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa (Lapan), Thomas Djamaludin mengatakan aplikasi teknologi antariksa sangat penting digunakan untuk memecahkan sejumlah masalah sosial ekonomi. Salah satunya dampak bencana alam yang menjadi salah satu tantangan bagi negara berkembang. Namun untuk mendorong penggunaan teknologi itu, Indonesia memerlukan teknologi dan sumber daya manusia yang tangguh dalam menguasai teknologi masa depan.
"Untuk itu perlu kerja sama dengan negara lain dalam transfer teknologi dan pemerintah mendukung hingga pemanfaatan di masa mendatang yang lebih bermanfaat," ucapnya.
Konferensi tahunan itu dibagi ke dalam sejumlah diskusi grup yang dibawakan oleh para pakar teknologi antariksa. Diantaranya diskusi aplikasi antariksa yang berkaitan dengan teknologi penginderaan jarak jauh, diskusi teknologi antariksa yangt berkaitan dengan telekomunikasi, diskusi berkaitan dengan lingkungan antariksa dan edukasi antariksa.
Toshio Koike, dari Universitas Tokyo, Jepang, yang menjadi pembicara kunci pada pembukaan konferensi itu menyatakan bahwa negara-negara perlu bekerja sama guna berbagi ilmu, data dan pengalaman di dalam menangani dampak bencana alam. Profesor Fakultas Teknik Sipil itu mengatakan teknologi antariksa yang digunakan yakni satelit penginderaan jarak jauh atau "remote sensing" untuk meminimalkan dampak atau risiko bencana alam seperti banjir dan kekeringan.