Rabu 02 Dec 2015 21:00 WIB

Teknologi Energi Terbarukan Jadi Benang Merah di KTT Perubahan Iklim

Rep: Sonia Fitri/ Red: Dwi Murdaningsih
Warga berkumpul di Bogota, Kolombia dalam aksi protes menjelang perubahan iklim di Paris, Ahad, 29 November 2015. Sebanyak 175 negara di seluruh dunia serempak menggelar aksi protes perubahan iklim.
Foto: AP Photo/Fernando Vergara
Warga berkumpul di Bogota, Kolombia dalam aksi protes menjelang perubahan iklim di Paris, Ahad, 29 November 2015. Sebanyak 175 negara di seluruh dunia serempak menggelar aksi protes perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesepakatan global soal Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim di Paris, Perancis seharusnya menjadi ajang penegasan percepatan transformasi energi untuk mengantisipasi perubahan iklim. Hal tersebut diungkapkan Climate and Energy Initiative Leader WWF International Samantha Smith di penghujung acara hari pertama KTT Perubahan Iklim di Paris, Selasa (1/12).

“Dunia sudah siap untuk bergerak menggunakan teknologi lewat ratusan gerakan dan mobilisasi massa di seluruh dunia," kata dia, Rabu (2/12).

Teknologi untuk menghadapi perubahan iklim sudah mulai terjadi berkat melonjaknya pasar energi terbarukan, komitmen bisnis besar, dan aksi nyata yang dilakukan berbagai kota, kelompok masyarakat dan perorangan. Ia lantas menyebut India yang membawa kabar paling berarti di momen tersebut. Negeri asal film bollywood itu mengumumkan rencananya membentuk aliansi baru tenaga surya untuk menyediakan akses energi tenaga surya bagi masyarakat miskin.

Kolaborasi tersebut mencakup hampir kurang lebih 100 negara dan berdampak bagi miliaran orang. "Pernyataan India menjadi salah satu bukti bahwa mungkin untuk mengatasi perubahan iklim dan kemiskinan harus dilakukan secara bersamaan," tuturnya.

Momen KTT Perubahan Iklim Paris 2015, kata dia, merupakan perhelatan langka. Sebanyak 150 pemimpin dunia hadir di Paris menjadi bagian sejarah dalam upaya menanggulangi perubahan iklim. Ini adalah bukti kuat bahwa perubahan iklim menjadi perhatian utama dalam agenda politik.

"Yang terpenting, kita mendengar secara lantang dari para kepala negara peserta tentang perlunya kebutuhan kelompok yang rentan terhadap dampak perubahan iklim harus menjadi pusat perhatian dari kesepakatan yang dihasilkan di Paris," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement