REPUBLIKA.CO.ID, VIRGINIA -- Pihak Militer Amerika Serikat (AS) tengah mengembangkan alat yang dapat mendeteksi perangkat bom bunuh diri. Alat multi sensor itu diklaim bisa mendeteksi bahan peledak, yang disembunyikan di dalam pakaian, jaket, atau bahkan rambut, dari jarak 100 meter.
Pada awalnya, alat yang disebut Standoff Suicide Bomber Detection System (SSBDS) itu merupakan upaya dari militer AS untuk bisa melindungi dan menekan jumlah korban jiwa dari Prajurit AS yang menjadi korban bom bunuh diri. Bahkan, versi awal dari SSBDS telah digunakan oleh Angkatan Bersenjata AS di Afghanistan sejak 2012.
Namun, berkaca dari serangan teror yang terjadi di Paris, Prancis, beberapa waktu lalu, militer AS akan mengembangkan alat ini. Sehingga, nantinya SSBDS bisa digunakan di tempat-tempat umum, seperti stasiun kereta ataupun sarana-sarana olahraga. Sebuah agensi, yang langsung berada di bawah Pentagon, Joint Improvised-Threat Defeat Agency, (JIDA) menjadi penanggung jawab pengembangan alat ini. Menurut salah satu peneliti JIDE, SSBDS nantinya tidak hanya digunakan oleh pihak militer saja, tapi bisa dipakai oleh pihak sipil.
''Ini adalah sistem yang sempurna, yang dapat pula digunakan Departemen Keamanan Dalam Negeri AS. Alat ini dapat mencegah peristiwa seperti di Paris,'' ujar peneliti tersebut seperti dikutip Daily Mail, Senin (23/11).
Dalam mendeteksi bahan peledak yang tersembunyi, SDBDS memancarkan berbagai gelombang melalui perangkat multi sensor. Kemudian alat tersebut akan menampilkan citra dari hasil pemindaian tersebut, yaitu hitam-putih, orange terang, serta gambar biasa. Jika ditemukan bahan peledak, maka akan ada tanda lubang hitam di salah satu titik dalam citra itu.
''Kami bisa memindai berbagai material, seperti jaket, pakaian, dan bahkan rambut. Kendati jika dilihat secara kasat mata, material-material itu sama. Tapi masing-masing material itu memiliki ciri tersendiri, seperti sidik jari,'' ujar peneliti tersebut.
Namun, SDBSS masih memiliki kendala dalam hal ukuran. Sehingga belum bisa diproduksi dalam bentuk portabel. Tidak hanya itu, berdasarkan hasil percobaan di Afghanistan, SSBDS juga masih memiliki kendala, terutama saat digunakan pada siang hari. Pasalnya, sinar matahari cenderung membuat sensor terahertz terdistorsi.
Untuk itu, dalam pengembangan terbaru, para peneliti JIDA akan melengkapi SDSS dengan hyperspectral imaging. Pemasangan alat ini diharapkan bisa meningkatkan jangkauan sensor dan menekan jumlah kesalahan pemindaian. Selain itu, hyperspectral imaging akan membuat operator SSDBS bisa mengindentifikasi jenis bahan peledak yang tersimpan di dalam objek. Saat ini, pihak pengembang tengah menunggu hasil pengembangan dan riset yang dilakukan JIDA, sebelum akhirnya bisa memproduksi SSBDS secara massal dan dijual ke berbagai pihak.