REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Djarot S Wisnubroto mengatakan, BATAN menjalin kerja sama dengan Perusahaan pembangkit nuklir asal Rusia, Rosatom, dalam peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan pengembangan infrastruktur PLTN.
"Pengembangan infrastruktur PLTN seperti calon lokasi, aspek ekonomi dan aspek teknologi. Akan tetapi tidak mengikat bahwa Indonesia harus memakai teknologi mereka ketika membangun PLTN," kata Djarot seperti dikutip dari Antara.
Saat ini pembangunan PLTN tergantung keputusan Presiden Joko Widodo. "Kalau Presiden bilang 'Go Nuclear', ya kita 'Go Nuclear'," kata Djarot.
Rencana pembangunan PLTN di Tanah Air tertuang dalam UU 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005- 2025. Berdasarkan UU tersebut, pada 2019 Indonesia harus sudah memiliki PLTN.
Rosatom merupakan perusahaan pembangkit nuklir Rusia yang memasok 33 persen kebutuhan listrik di Eropa dan daerah bagian Rusia. Rosatom menempati posisi kedua dalam percaturan generasi nuklir global.
Rosatom juga menempati posisi teratas dalam pasar global untuk teknologi nuklir terbarukan serta menempati peringkat pertama dalam pembangunan konstruksi simultan. Selain itu, Rosatom juga posisi kedua dalam pengelolaan uranium dan posisi ketiga dalam ektraksi uranium dalam skala global.
Rosatom meraih 36 persen pada pasar pengayaan uranium. Portofolio perusahaan tersebut dalam 10 tahun lebih dari 100 miliar dolar AS. Setidaknya ada 38 unit PLTN yang terdiri dari 29 PLTN di luar Rusia yang akan dikerjakan.