REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Pemerintah akan memfasilitasi investor asing untuk dapat menanamkan sahamnya di sejumlah bisnis e-commerce Indonesia dengan aturan yang ditetapkan guna mempercepat pertumbuhan ekonomi digital, kata Menteri Kominfo Rudiantara di Kampus Unpad Sumedang, Senin.
"Kami sedang mengupayakan investor asing boleh masuk tapi hanya pada e-commerce yang besar dengan nilai transasksi minimal 25 atau 50 juta dollar. Itu pun bertahap, todak sampai masuk ke start-up kecil atau UKM," kata Rudiantara pada Dies Natalis ke-55 Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjajaran (Fikom Unpad) di Gedung Rektorat Unpad, Jatinangor itu.
Menurut Menkominfo, pihaknya terus meningkatkan dukungan terhadap perkembangan e-commerce atau perniagaan dalam jaringan yang tengah banyak dirintis di Indonesia, terutama pada bidang pendanaan, pajak, sistem pembayaran dan logistik.
"Saat ini e-commerce belum dapat dukungan dana dari pemerintah, terutama e-commerce start-up, dari seratus usaha start-up yang dirintis, paling hanya tiga sampai lima buah yang bertahan," katanya.
Ia mengatakan, perlu mengimbangi langkah sejumlah negara-negara, terdekat Singapura, Malaysia dan Brunei yang mana pemerintah masing-masing negara tersebut telah menggelontorkan dana yang terbilang besar untuk menghidupi usaha start-up sejak dirintis hingga berkembang.
Ia mencontohkan Singapura dan Malaysia itu sudah mengalokasikan dana ratusan juta dolar untuk mendukung start-up. Bila pengusaha Indonesia merelokasi usaha start-up ke Brunei dan dianggap eligible (memenuhi syarat) di sana, bisa dapat 30 ribu ringgit.
Selain itu sistem administrasi keuangan perlu dilakulan pembenahan karena kerap menjadi salah satu hambatan.
"Ketika sudah berkembang, di negara lain pengusaha diberi dana pengembangan. Bila di sini apakah Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga bisa dipakai? Meskipun kebijakan dari pemerintah sudah ada tapi eksekusinya ada di perbankan, start-up asetnya tidak nampak, akan susah diberi pinjaman dan ini masih jadi tantangan," kata dia.
Selain itu, menurutnya, masuknya e-commerce ke dalam daftar negatif investasi juga menjadi penyebab sulitnya bidang ini berkembang. "Kalau e-commerce yang sudah established (mapan) seperti sejumlah situs jual-beli online terkenal di Indonesia, mereka butuh dana hingga ratusan juta dollar, sementara usahanya masuk daftar negatif investasi, asing tidak boleh masuk," kata dia.
Ia juga menilai, sistem pembayaran e-commerce di Indonesia yang mayoritas menggunakan ATM dan transaksi dalam jaringan masih kurang praktis dan tidak memberi kontribusi pada negara.
"Sistem pembayaran 70 persen masih via transfer ATM, harus foto bukti pembayaran dan dikirim kembali ke pihak yang bersangkutan, ini tidak praktis, belum lagi masalah pajak, bayar via Paypal larinya ke operator di luaer negeri, Indonesia tidak dapat apa-apa, kami sedang mengusulkan agar dibuat national payment getaway," kata dia.