REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program energi nuklir di Indonesia sampai saat ini masih menunggu keputusan politik dari pemerintahan Joko Widodo. Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) yang telah ditugasi pemerintah untuk melakukan studi tapak dan kelayakan terhadap rencana lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia telah selesai melaksanakan tugasnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BATAN, Djarot Sulistio Wisnubroto saat melakukan pertemuan dengan Deputy Director Genderal (DDG) International Atomic Energy Agency (IAEA) Bidang Energi Nuklir, Mikhael Chudakov, disela-sela sidang umum IAEA ke-59 di Wina, Austria, September ini.
Dalam pertemuan tersebut, Mikhael Chudakov menyampaikan perlunya selalu melakukan koordinasi lintas Kementerian/Lembaga di dalam negeri agar pelaksanaan rencana pembangunan PLTN di Indonesia didukung dan selaras dengan program kerja setiap pemangku-kepentingan di Indonesia.
Lebih lanjut, Mikhael Chudakov menambahkan bahwa IAEA akan selalu memberikan dukungan dan bantuan ketenaga-ahlian dalam persiapan program PLTN setiap Negara dalam membuat Integrated Workplan, namun keputusan suatu negara akan membangun PLTN merupakan hak sepenuhnya negara tersebut.
Seperti dikutip dari situs BATAN, Djarot mengkonfirmasikan bahwa keputusan pembangunan PLTN akan merupakan suatu keputusan politik yang harus diambil oleh Presiden Joko Widodo. Saat ini, kegiatan yang berkenaan dengan persiapan rencana pembangunan PLTN di Indonesia akan dikoordinasikan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Saat ini BATAN lebih konsentrasi pada rencana pembangunan Reaktor Daya Eksperimen (RDE) dan Iradiator dalam rangka menambah fasilitas litbang teknologi nuklir untuk tujuan damai.