Ahad 27 Sep 2015 12:21 WIB

Keselamatan Nuklir Jadi Isu Sensitif Usai Kecelakaan PLTN Jepang

Pekerja membangun dinding pendingin PLTN Fukushima Daiichi yang rusak akibat terjangan tsunami di Okuma, Prefektur Fukushima, Tokyo, Jepang, Juli 2014.
Foto: EPA/Kimimasa Mayama
Pekerja membangun dinding pendingin PLTN Fukushima Daiichi yang rusak akibat terjangan tsunami di Okuma, Prefektur Fukushima, Tokyo, Jepang, Juli 2014.

REPUBLIKA.CO.ID, WINA -- Dunia sempat dihentakkan oleh peristiwa kecelakaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Jepang pada beberapa waktu silam. Pascakecelakaan PLTN di Jepang tersebut, keselamatan nuklir menjadi isu sensitif.

Masyarakat internasional terus melakukan langkah-langkah strategis untuk meningkatkan standar keselamatan nuklir di seluruh dunia. Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) pun memberikan berbagai program dukungan kepada negara anggota seperti program Integrated Nuclear Security Support Plans (INSSP) dan implementasi Nuclear Security Plan 2014-2017.

''Indonesia menyambut baik upaya IAEA untuk membantu negara-negara anggotanya memperkuat kapasitas nasional di bidang keamanan nuklir,'' demikian pernyataan Duta Besar RI untuk PBB, Rachmat Budiman, seperti diutarakan Minister Counsellor KBRI/PTRI Wina, Dody Kusumonegoro, kepada Antara London. Rachmat menyatakannya saat menjadi ketua delegasi Indonesia pada Sidang Dewan Gubernur IAEA di Wina, Austria, pada 7-11 September 2015.

Keamanan nuklir merupakan isu penting untuk menjaga semua material nuklir tetap berada dalam pengawasan badan nasional terkait serta menghindari kemungkinan pencurian material dan teknologi nuklir oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Pada kesempatan itu, Indonesia menerima kunjungan tim International Physical Protection Advisory Service (IPPAS) untuk melakukan penilaian dan kajian terhadap infrastruktur pengamanan fisik fasilitas nuklir di Indonesia.

Indonesia merupakan negara pertama yang menyelenggarakan "regional school on nuclear security" pada Oktober 2014. Kegiatan tersebut dihadiri 36 peserta dari 11 negara di kawasan Asia dan Pasifik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement