REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terpilih sebagai auditor Badan Tenaga Atom Internasional. Hal ini dinilai akan membuka peluang bagi Indonesia dalam meningkatkan kualitas pengembangan dan pengawasan tenaga nuklir bagi perdamaian dan kesejahteraan.
Wakil Ketua BPK Sapto Amal Damanduri mengatakan BPK sebagai pemeriksa eksternal Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) 2016-2017 akan mudah mempelajari proses bisnis dan organisasi lembaga internasional yang beranggotakan 137 negara tersebut. Pengalaman BPK sebagai auditor IAEA, dapat menjadi rekomendasi kepada pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan untuk pemanfaatan nuklir bagi kesejahteraan.
"BPK jadi lembaga yang siap untuk mendukung kompetensi Indonesia dalam mengembangkan nuklir untuk perdamaian," ujarnya.
Di Indonesia, pemanfaatan tenaga nuklir untuk perdamaian dinilai belum optimal. Padahal, beberapa ahli menemukan bahwa manfaat tenaga nuklir dapat dioptimalkan untuk pengembangan bidang kesehatan, bidang pangan, dan juga bidang listrik.
Di sisi lain, terpilihnya BPK sebagai pemeriksa IAEA ini juga menunjukkan posisi Indonesia dan kualitas diplomasi yang baik, untuk menggalang dukungan dari 137 negara. Dengan kuatnya diplomasi tersebut, Indonesia berhasil mengalahkan lembaga auditor utama dari India dan Filipina.
Keuntungan lain, dengan terpilihnya BPK, penerimaan negara bukan pajak akan bertambah sebesar 414 ribu Euro atau setara dengan Rp 6,61 milyar sebagai komisi dari audit yang dilakukan BPK. Ketua BPK Harry Azhar Azis menilai terpilihnya BPK sebagai pemeriksa IAEA merupakan penghargaan dari dunia internasional.
Sebelumnya, BPK juga terpilih sebagai Ketua Tim Gabungan Pemeriksa Eksternal untuk Akademi Antikorupsi PBB. Selain itu, BPK juga memiliki narasumber internasional pada audit kehutanan, audit bencana alam, audit investigative, dan audit kinerja.
"BPK juga menjadi Ketua Kelompok Kerja Dunia bidang Audit Lingkungan sampai 2017, Dewan BPK se-Asia, dan Pendiri dari Sekretariat Badan Pemeriksa se-ASEAN," kata Harry.