Jumat 21 Aug 2015 10:45 WIB

Mengenal ECVT, Detektor Kanker Buatan Anak Bangsa

Rep: c13/ Red: Dwi Murdaningsih
Kanker merupakan isu serius yang harus ditanggapi negara Asean, fakta menunjukkan keluarga penderita menderita kebangkrutan akibat penyakit ini.
Foto: EPA
Kanker merupakan isu serius yang harus ditanggapi negara Asean, fakta menunjukkan keluarga penderita menderita kebangkrutan akibat penyakit ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menganugerakan kembali penghargaan kepada ilmuwan Indonesia. Pada 2015 ini, Ilmuwan Bidang Teknologi Tomografi, Warsito Purwo Taruno mendapatkan Bacharuddin Jusuf Habibie Technology Award (BJHTA) kedelapan.

Kepala BPPT, Unggul Priyanto mengatakan, peraih ini dipilih melalui penilaian yang didasarkan pada asas-asas inovasi. “Yang terdiri dari beberapa asas,” ungkap Unggul saat Konferensi Pers di Gedung BPPT II, Jakarta, Kamis (20/8).

Unggul menjelaskan, asas tersebut terdiri dari asas penemuan, kreatif, efisien dan efektif. Selain itu, terdapat pula nilai tambah, asas manfaat dan 10 poin kriterian penilaian. Ketua BPPT ini mengungkapkan, Warsito mendapatkan penghargaan ini karena telah berhasil mengambangkan Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT). Alat ini merupakan sebuah sistem pemindai berbasis listrik statis. Sistem ini telah diaplilkasikan secara luas di dunia industri dan medis.

Menurut Unggul, temuan Warsito ini telah dikembangkan di wilayah praktiknya, yakni Tangerang. Ia juga mengaku bahwa karya bangsa itu telah dikenal di dunia internasional. ECVT menggunakan konsep pemindaian terbuka. Artinya, pemindaiannya serupa dengan yang dilakukan pesawat NASA.  

Dengan konsep open scanning, ECVT mampu memindai kanker payudara dan otak. Selain itu, alat ini juga dapat memindai aktifitas otak manusia dengan sensor yang berbentuk helmet. ECVT juga bisa digunakan pada bidang proses kimia. Teknologi ini juga diakui telah dipakai oleh Morgantown National Energy Technology Laboratory. Laboratorium tersebut milik Departemen Energi Amerika. Mereka menggunakannya untuk mengembangkan generasi baru generator listrik.

ECTV memanfaatkan menggunakan gelombang pinggiran. Menurut warsito, gelombang pinggiran yang dianggap terbuang itu ternyata memiliki manfaat yang cukup baik. Ia berpendapat, gelombang ini mengandung banyak sekali informasi yang dapat diekstrak. Sehingga,  informasi tersebut bisa didigitalisasi ke komputer.

Pada umumnya, ia menjelaskan, pengembangan teknologi dengan gelombang utama akan membutuhkan energi yang sangat besar, yakni hingga 200 volt. Sedangkan, lanjutnya, gelombang pinggiran hanya membutuhkan rendah. Warsito menjelaskan, temuannya ini telah membuahkan hasil sekitar 78 persen. Artinya, 78 persen pemakai alat itu berhasil bertahan dari penyakit kanker otak maupun payudara.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement