Sabtu 15 Aug 2015 08:40 WIB

Xiaomi Mulai Produksi Smartphone di India

Telepon genggam cerdas Xiaomi.
Foto: Reuters
Telepon genggam cerdas Xiaomi.

REPUBLIKA.CO.ID, ANDHRA PADESH -- Telepon pintar Xiaomi, atau Redmi2 Prime, yang berharga sekitar 110 dolar AS (Rp 1,5 juta) mulai diproduksi sebuah pabrik di Sri City, sebuah kota di wilayah Selatan negara bagian Andhra Pradesh pekan ini.

Perusahaan Cina ini sebenarnya telah memasuki pasar India setahun lalu. Namun, sejak itu konsumen yang peduli harga telah membeli hingga tiga juta telepon produksinya sehingga menjadikan negara berpenduduk 1,2 miliar orang ini sebagai pasar terbesar kedua bagi Xiaomi.

Perusahaan ini mengatakan mereka memperoleh keringanan pajak dan bisa mengirimkan telepon-telepon yang diproduksinya lebih cepat.

Sejak Xiaomi memproduksi telepon genggam pertamanya, Menetri Besar Andhra Pradesh Chandrababu Naidu menjamin para investor bahwa negara bagian itu akan mempermudah bisnis mereka di sana.

"Kami telah menciptakan kebijakan satu meja. Dalam dua pekan, semua izin akan diberikan tanpa harus pergi ke kantor manapun. Segera setelah Anda mengajukan aplikasi, adalah tanggungjawab badan urusan industri untuk memberikan seluruh perizinan," ujar Naidu.

Meskipun para konsumen di pasar telepon pintar terbesar ketiga di dunia ini membeli lebih dari 50 juta telepon pintar tahun lalu, kebanyakan telepon-telepon itu diimpor dari China dan Taiwan.

Fakta ini mendorong pemerintah India untuk menggelar berbagai usaha untuk menarik perusahaan-perusahaan elektronik dunia agar mengalihkan produksinya ke India.

Usaha-usaha tersebut membuahkan hasil. Selain memproduksi telepon untuk Xiomi, Foxconn - produsen peralatan elektronik terbesar di dunia - juga mengumumkan investasi senilai 5 miliar dolar di wilayah Barat negara bagian Maharasthra untuk membangun fasilitas-fasilitas riset dan produksi teknologi tinggi. Perusahaan itu akan membangun 10 pabrik dan mempekerjakan sekitar satu juta orang sebelum tahun 2020.

Kebanyakan pabrik Foxconn berlokasi di China. Namun, para analis mengatakan, pasar domestik yang melambat dan upah yang meningkat di negara dengan ekonomi terbesar di Asia itu mendorong perusahaan-perusahaan untuk mencari lokasi-lokasi produksi alternatif.

Untuk menarik sejumlah investasi tersebut, Perdana Menteri Narendra Modi telah mempromosikan kampanye "Buatlah di India". Ia berusaha meyakinkan kembali perusahaan-perusahaan dunia yang telah lama mengkhawatirkan hambatan birokrasi dan korupsi di negara itu bahwa ia akan menjadikan India tempat yang lebih mudah untuk berusaha.

India terhitung ketinggalan dibanding negara-negara Asia lain dalam produksi industri, namun kini menetapkan target untuk meningkatkan pangsa produksi dalam produk domestik brutonya dari 16 persen menjadi 25 persen.

sumber : VOA Indonesia
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement