REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum dari Populi Center Nico Harjanto menilai bahwa kejahatan virtual atau yang terjadi di dunia maya akan menjadi tantangan bagi dunia penegakan hukum di masa mendatang.
"Kejahatan virtual tidak kalah peliknya. Sekarang kita tahu bahwa ketakutan terbesar justru lebih banyak di dunia daring dari pada kejahatan di dunia nyata," tutur Nico saat ditemui di Jakarta, Selasa (7/7).
Menurut ketua yayasan Populi Center itu, kejahatan berupa tindak penipuan secara konvensional kerap dilakukan di dunia nyata, misalnya dalam bentuk investasi 'bodong'.
Sedangkan untuk kasus penipuan yang terjadi melalui media daring akan menjadi tantangan tersendiri karena lebih sulit untuk dilacak dan menggunakan modus yang jauh lebih beragam dari penipuan di dunia nyata.
"Jika melalui internet bentuk penipuannya bisa sangat beragam, kemampuan untuk lolos juga jauh lebih cepat dari pada proses pelacakannya itu sendiri," tukasnya menambahkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, ia juga menyampaikan penerapan teknologi yang tepat mampu meningkatkan kinerja dan transparansi aktivitas aparat penegak hukum.
"Kalau berkaca ke kota besar di Amerika, penggunaan kamera pengawas yang canggih misalnya, bisa membantu polisi untuk mencari pelaku kejahatan," kata Nico.
Selain itu, kamera pengawas juga perlu dipasang di dalam mobil patroli polisi agar ada transparansi dalam setiap operasi yang dilakukan aparat penegak hukum di lapangan.
"Kan sering ada yang mengaku bahwa mereka 'dikerjai' polisi saat ditangkap, suatu barang yang harusnya tidak ada jadi ada karena dimasukan ke tas atau mobil korban. Sekarang kan ada ketakutan seperti itu di masyarakat," tukasnya.