REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Bakasang merupakan produk fermentasi yang umumnya dibuat dari jeroan ikan cakalang atau tuna dengan penambahan garam. Rasanya asam dan biasa disajikan sebagai pelengkap lauk terutama bagi penduduk yang tinggal di Kota Ternate Provinsi Maluku Utara.
Namun ternyata, produk sejenis bakasang tidak hanya di Provinsi Maluku Utara. Produk tradisional sejenis bakasang juga dijumpai di beberapa negara, antara lain Thailand, China, Philippines, Jepang, India, Pakistan, Korea, Malaysia, Mesir, dan Arab.
Penelitian pada produk fermentasi secara tradisional di beberapa negara menunjukkan bahwa produk tersebut mengandung histamin tinggi, yang dapat membahayakan konsumen. Centers for Disease Control and Prevention tahun 2010 menyebutkan, makanan yang mengandung histamin tinggi dapat menimbulkan reaksi alergi atau keracunan histamin beberapa menit sampai tiga jam setelah konsumsi ikan yang mengandung histamin lebih dari 500 miligram per kilogram. Hal ini dapat bervariasi tergantung pada kesensitifan masing-masing individu.
Untuk itu, peneliti dari Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (FPIK IPB), Sri Purwaningsih dan Joko Santoso, serta Rahmatia Garwan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, berhasil menemukan karakteristik bakasang terbaik. Bakasang yang difermentasi selama empat hari dengan kandungan protein, Ph, histamin dan log total mikroba bakasang berubah secara nyata.
Penelitian dengan judul “Perubahan Fisika-kimiawi, Mikrobiologi dan Histamin Bakasang Ikan Cakalang Selama Fermentasi dan Penyimpanan” ini, telah diterbitkan dalam Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Tahun 2013. Selain itu dalam penelitiannya, penyimpanan bakasang selama 30 hari pada penelitian ini menghasilkan karakteristik terbaik yaitu dengan kandungan protein, histamin dan total mikroba lebih baik bila dibandingkan dengan karakteristik bakasang komersial.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
