REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Microsoft secara resmi akan menghentikan dukungannya untuk Windows Server 2003 14 Juli 2015 mendatang. Meski, dukungan akan segera berakhir banyak perusahaan yang masih enggan untuk beralih.
Business Group Head, Cloud and Enterprise Group Microsoft Indonesia, Aries Triwahyudi, mengungkapkan ada empat pertanyaan yang masih dipertanyakan oleh pengelola pusat data perusahaan.
Antara lain adalah seberapa pentingnya bermigrasi dari Windows Server 2013 jika saat ini servernya bekerja dengan baik? Mengapa untuk bermigrasi dikenakan biaya tambahan, menghabiskan jam kerja yang berharga, dengan kemungkinan sistem mengalami resiko downtime untuk memperbarui sesuatu yang berfungsi dengan baik?
Padahal pada masalah keamanan misalnya, di tahun 2013 saja Microsoft merilis lebih dari 30 update penting untuk Windows Server 2003. Masalah keamanan bisa menjadi risiko utama bagi perusahaan yang masih menjalankan sistem server yang telah berusia 11 tahun ketika Microsoft berhenti menyediakan dukungan untuk memperbaiki berbagai potensi kerentanan.
"Tidak heran, banyak CIO di Asia Pasifik yang kami ajak bicara masih menggunakan Windows Server 2003 terus bekerja dengan gagasan mereka kebal terhadap risiko keamanan dan masalah legal," kata Aries.
Aries menambahkan, kebanyakan dari mereka juga yakin bahwa data dan aplikasi yang tersimpan pada server tersebut masih dapat melayani dunia mobile-first dan cloud-first yang ada saat ini. Bahkan, banyak pemimpin bisnis yang percaya bahwa mereka dapat menghemat uang dengan tidak berinvestasi untuk memperbarui server mereka.
"Memperbarui server memang menghabiskan biaya yang besar, faktanya bertahan tanpa migrasi dari Windows Server 2003 mungkin lebih mahal dalam jangka panjang. Dalam banyak kasus, lebih banyak sumber daya yang harus diberikan untuk mendukung server usang misalnya, untuk membeli firewall tambahan atau segmentasi jaringan atau mencari berbagai solusi," tambahnya.