REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menegaskan penataan frekuensi 800 MHz yang selama ini digunakan untuk layanan komunikasi berbasis teknologi Code Division Multiple Access (CDMA) sudah melewati proses yang tepat.
"Penataan frekuensi 800 MHz itu sudah direncanakan sejak dua tahun yang lalu. Wacana ini sudah lama dilontarkan di media massa. Jadi, bukan tiba-tiba," kata Anggota Komite BRTI M Ridwan Effendi, Senin (15/9).
Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Menkominfo tentang Penataan Pita Frekuensi Radio 800 MHz untuk keperluan penyelenggaraan Jaringan Bergerak Seluler.
Para pemain di frekuensi ini terdiri atas operator dengan teknologi CDMA yang berisikan Bakrie Telecom, Flexi, StarOne, dan Mobile-8 Telecom (Smartfren).
Menurut catatan, dalam aturan terbaru itu, rentang frekuensi radio 824-835 MHz berpasangan dengan 869-880 MHz dan rentang frekuensi radio 880-890 MHz berpasangan dengan 925-935 dengan moda "Frequency Division Duplexing" (FDD) bisa diterapkan teknologi netral.
Telkom dan Indosat dikabarkan memilih memanfaatkan frekuensi milik Flexi dan StarOne sebagai e-GSM, guna mendukung 3G di frekuensi 900 MHz atau U900. Sementara Bakrie Telecom dan Mobile-8 sepertinya tetap menggunakan teknologi CDMA untuk sementara waktu.
Telkom dan Indosat lebih luwes memainkan U900 karena posisi frekuensinya (Band B) berdekatan dengan layanan GSM-nya di 900 MHz, sementara Bakrie Telecom dan Mobile-8 berada di band A, di mana keduanya tak memiliki layanan GSM.
"Indosat sepertinya akan mengikuti jejak dari Telkom dengan mengalihkan pelanggan Flexi ke seluler. Prosedurnya tinggal mengajukan izin. Sedangkan untuk pembayaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi bagi operator di Band B menyamai layanan 3G, sementara di Band A sedikit lebih murah," tutur Ridwan.