Rabu 03 Sep 2014 13:44 WIB

Pemerintahan Jokowi Diminta Kebut Pembenahan Infrastruktur TIK

Telecommunication tower in Jakarta (illustration)
Foto: Antara/Joko Sulistyo
Telecommunication tower in Jakarta (illustration)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) meminta pemerintahan Jokowi-JK mempercepat pembenahan dan pembangunan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK) secara sistematis sebelum mengembangkan sistem informasi pemerintahan berbasis internet.

"Visi pemerintahan baru yang menginginkan TIK menjadi tulang punggung pembangunan ekonomi nasional, pelayanan informasi pemerintah dan pelayanan publik, serta peningkatan efisiensi dan produktivitas nasional adalah sangat tepat dan harus didukung sepenuhnya," kata Komisioner BRTI, Nonot Harsono pada bedah buku Telekomunikasi untuk Kemakmuran Bangsa di Jakarta, Rabu (3/9).

Nonot Harsono menyatakan pembangunan infrastruktur jejaring TIK nasional saat ini masih simpang siur.

Menurut dia, belum ada pembagian peran antara BUMN telekomunikasi dengan swasta, belum ada strategi penahapan pembangunan jejaring TIK (untuk dunia usaha/industri, pemerintahan dan wilayah tertinggal/terluar Indonesia), dan belum ada strategi perlindungan investasi melalui penataan jumlah pelaku usaha.

Bahkan hingga kini juga belum ada panduan yang cukup untuk menata hubungan antar pelaku usaha dan konsep bagaimana pelaksanaan kerja sama pemerintah dan swasta.

"Belum ada panduan memadai sehingga mengakibatkan pembangunan infrastruktur jejaring TIK menjadi tidak terarah. Di satu wilayah terjadi over-supply infrastruktur, sementara di wilayah yang lain belum ada atau kekurangan," kata Alumnus Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) itu.

Ia menambahkan ada kementerian tertentu atau pemda membangun sendiri infrastruktur sehingga seolah berlomba untuk menjadi pelaku usaha dan menjadi pesaing dari para pelaku usaha (BUMN telekomunikasi maupun swasta).

Ada pula penguasa kawasan perumahan yang sangat luas atau pengelola bangunan (hotel dan pusat belanja) yang tidak memberi akses kepada pelaku usaha telekomunikasi untuk menggelar jejaring TIK sehingga kualitas sambungan dan akses informasi di dalam kawasan atau bangunan itu menjadi sangat rendah.

Nonot berpendapat koordinasi dan sinergi antarkementerian dan lembaga juga belum cukup untuk memaksimalkan manfaat besar TIK.

"Misalnya, pembangunan infrastruktur jejaring TIK untuk operasional Kepolisian RI, Kejaksaan RI, Pelayaran, Perhubungan, Pemadam Kebakaran, Badan SAR Nasional, BNN, KPK dan seterusnya, masih berjalan sendiri-sendiri sehingga tidak tercapai efisiensi biaya maupun efisensi dalam pemanfaatan," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement