REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Hewan predator di laut sangat bergantung pada sensor penciuman mereka untuk menentukan lokasi mangsa di tengah lingkungan yang luas. Kemampuan ini kemungkinan akan terpengaruh oleh perubahan samudera akhir abad ini.
Hasil penelitian yang dipimpin Danielle L. Dixson dari ARC Centre of Excellence for Coral Reef Studies & School of Marine and Tropical Biology, James Cook University, Australia dan dimuat di jurnal Global Change Biology menemukan pengasaman laut berpengaruh pada kemapuan hiu menelusuri lokasi dari bau yang lepaskan mangsanya.
Sciencemag, Kamis (21/8) melansir, selama lima hari, Dixson dan rekan-rekannya mengamati hiu-hiu yang ditempatkan dalam air laut yang memiliki kadar karbon dioksida seperti laut saat ini. Mereka membandingkannya dengan menggunakan air laut dengan level karbon dioksida yang lebih tinggi yang diprediksi akan terjadi pada pertengahan hingga akhir abad ini.
Sejumlah hiu kemudian dilepaskan di kedua kolam itu dengan menambahkan cairan dari cumi-cumi untuk melihat respon ikan predator itu terhadap bau mangsanya. Hasilnya, hiu di tangki tinggi kadar karbon dioksida mengabaikan bau cumi-cumi dan tidak menunjukkan agresifitas berburu.
Kemampuan berburu merupakan hal penting bagi keberlangsungan hidup hiu. Dampak pengasaman laut bisa lebih buruk dari percobaan yang dilakukan. Meski hiu mungkin bisa beradaptasi, namun kemampuan itu mungkin tidak setara dengan kecepatan pengasaman laut yang terjadi.
Selain mengancam populasi hiu, asamnya air laut juga merusak ekosistem laut. Pengasaman laut terjadi seiring meningkatnya penyerapan karbon dioksida dari atmosfer yang merupakan hasil berbagai aktifitas manusia. Penelitian sebelumnya menyebut, air yang kaya akan karbon dioksida juga mengganggu ikan air tawar menentukan lokasi mangsanya.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
