REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kelapa sawit dinilai merupakan alternatif sumber energi yang paling baik untuk menggantikan sumber energi fosil yang tak lama lagi akan habis sebab tanaman ini memiliki produktifivitas yang tinggi dan ramah lingkungan.
Dekan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Ernan Rustiadi dalam diskusi bertema "Pentingnya Industri Kelapa Sawit bagi Pertumbuhan Ekonomi Nasional di Tengah Derasnya Kampanye Negatif Barat" di Bogor, Kamis, mengatakan ke depan, seluruh industri akan bergeser kepada industri yang bersumber dari sumber daya hayati, Salah satunya adalah bahan bakar yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan.
"Sumber daya alam yang kian lama kian habis, dapat digantikan dengan sumber daya hayati yang berasal dari alam. Tentu ini adalah peluang sekaligus tantangan bagi bangsa Indonesia," ujar Ernan dalam di diskusi yang diprakarsai PT Bumitama Gunajaya Agro (BGA Group) di Kampus IPB.
Menurut dia, banyak negara saat ini sibuk memikirkan sumber energi bahan bakar masa depan, seiring dengan kesimpulan para ilmuwan yang menyatakan bahan bakar yang berasal dari fosil akan habis dalam kurun waktu 50-75 tahun lagi.
Kini banyak negara mulai mengembangkan BioEco Energy (biofuel), tambahnya, sumber energi tersebut dianggap yang paling tepat menggantikan energi fosil karena mudah diproduksi karena berasal dari sumber daya alam hayati dan sangat ramah terhadap lingkungan.
Salah satu bahan dasar yang memiliki potensi paling tinggi untuk produksi biofuel, kata Ernan, adalah minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).
Pengembangan industri kelapa sawit nasional sangat prospektif karena saat ini pemerintah Indonesia sedang menjalankan program pengembangan biofuel (biodisel) yang menggunakan CPO sebagai bahan bakunya.
"Dengan demikian kapasitas penyerapan CPO akan jauh lebih besar lagi, di samping nilai tambahnya juga akan semakin tinggi," ujarnya.
Sejumlah penelitian, menurut dia, membuktikan energi yang dihasilkan oleh teknologi ini lebih efesien dari minyak bumi dan lebih ramah lingkungan.
Biofuel dinilai sangat efesien karena menggunakan bahan-bahan yang melimpah di Indonesia dan dapat diperbarui.
"Ketersediaan cadangan bahan bakar ini bisa diatur sesuai dengan kebutuhan sehingga menjamin kestabilan neraca minyak dan energi nasional," katanya.
Senada dengan itu Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Gusti Muhammad Hatta mengatakan pengembangan minyak kelapa sawit menjadi bioenergi adalah hal yang paling strategis.
"Di tengah krisis energi yang terjadi di dunia saat ini, maka Indonesia mengambil langkah maju untuk mengembangkan teknologi minyak kelapa sawit menjadi bioenergi dengan bahan baku kelapa sawit," katanya.
Pemerintah, tambahnya, mendukung penuh pengembangan teknologi ini karena dalam 10 sampai 20 tahun yang akan datang energi yang bersumberkan dari fosil sudah habis.
Sementara itu Ketua Pusat Penelitian Kelapa Sawit Nasional (PPKS) Witjaksana Darmosarkoro mengatakan tujuan percepatan mengatasi krisis energi melalui industri kelapa sawit ini tidak akan berhasil apabila tidak didukung oleh semua stakeholder kelapa sawit.
Oleh karena itu dia meminta dukungan dari Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pertanian, serta Kementerian Perdagangan.
Indonesia saat ini adalah produsen CPO terbesar di dunia dengan perkebunan kelapa sawit yang terluas di dunia, tambahnya, sehingga selayaknya menempatkan Indonesia sebagai rujukan pengembangan kelapa sawit di dunia.