REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Vaksin anti-rabies temuan ahli imunologi/virologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof Dr drh Suwarno MSi sudah diproduksi PT Sanbe Farma dan beredar di masyarakat.
"Saya menemukan 'seed vaccine' (bakal vaksin) rabies pada tahun 2012 dan alhamdulillah sudah diproduksi PT Sanbe Farma pada tahun ini (2014)," kata guru besar yang memiliki sembilan hak paten itu di Surabaya, Jumat.
Menjelang pengukuhan dirinya sebagai guru besar Unair bersama rekannya Prof Dr drs Suprapto Ma'at Apt MS dan Prof dr Indah S Tantular M.Kes (parasitologi) pada 24 Mei 2014, ia menjelaskan vaksien rabies temuannya itu menggunakan isolat lokal.
"Saya menggunakan isolat (bakteri yang diisolasi) lokal dari Tanah Toraja, karena saya sudah menguji beberapa isolat lokal, ternyata isolat dari Tanah Toraja paling stabil," kata guru besar Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Unair itu.
Menurut dia, vaksin rabies yang selama ini dipakai pecinta hewan di Indonesia merupakan impor dari Prancis, padahal tipe bakteri dari virus rabies itu sangat berbeda antara tipe Prancis dan Indonesia, karena itu tingkat kesamaannya juga rendah.
"Kalau tingkat kesamaan dari tipe bakteri dari virus itu rendah, maka tingkat kesembuhan juga rendah. Tingkat kesamaan tipe bakteri Prancis dengan Indonesia itu hanya 38 persen, sedangkan tingkat kesamaan dengan tipe lokal mencapai 96 persen," katanya.
Oleh karena itu, katanya, tingkat kesembuhan dengan vaksin yang menggunakan isolat lokal bisa mencapai 100 persen, karena tingkat kesamaan tipe bakteri-nya sangat tinggi hingga 96 persen, sehingga petugas dinas kesehatan dan pecinta hewan sekarang memiliki alternatif vaksin yang lebih baik.
Selain vaksin rabies, ia telah memiliki paten untuk sejumlah kit diagnostik ELISA, di antaranya kiat diagnostik ELISA untuk avian influenza (burung), rabies (anjing), infectious bronchitis, brucellois (sapi), dan sebagainya.
Ia juga meneliti serum yang berasal dari kuning telur untuk avian influenza.
Sementara itu, imunolog lainnya dari Unair Prof Dr drs Suprapto Ma'at Apt MS menyatakan dirinya telah menemukan vaksin anthrax yang kini menyebabkan Indonesia terbebas dari penyakit kuku dan mulut pada sapi.
"Saya menemukan vaksin itu pada tahun 1980 dan sudah digunakan vaksinasi massal untuk penyakit mulut dan kuku (FMD) pada sapi pada tahun 1982, sehingga Indonesia kini terbebas dari FMD dan vaksin itu sudah dihentikan produksinya agar tidak menyebarkan bakteri lagi," katanya.
Di luar keahliannya itu, guru besar yang pernah belajar tentang teknik pembuatan virus di Australia dan Inggris serta belajar serologi transplantasi di Filipina itu juga menemukan obat herbal untuk meningkatkan imun (kekebalan tubuh) yakni STIMUNO.
"Obat herbal dari ekstrak meniran itu sudah mengalami uji klinik pada 30-an rumah sakit dengan biaya miliaran, sehingga menjadi fitofarmaka (obat herbal yang sudah teruji secara klinik dan bisa digunakan dengan resep dokter)," katanya.
Hingga kini, obat herbal yang sudah menjadi fitofarmaka di Indonesia hanya ada lima obat herbal, di antaranya STIMUNO dan PSIDII.
"Kalau PSIDII itu dari ekstrak daun jambu biji dan bisa digunakan mengatasi demam berdarah, karena mampu meningkatkan trombosit secara cepat," katanya.