Jumat 02 May 2014 01:25 WIB

Warsito Paparkan Pengobatan Kanker dengan ECCT di UIN Suka

Rep: Heri Purwata/ Red: Julkifli Marbun
Dr Warsito P Taruno
Foto: radar-bogor.id
Dr Warsito P Taruno

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pakar Fisika, Universitas Indonesia, Warsito P Taruno, Kamis (1/5), memaparkan metode pengobatan menggunakan Electro Capacitive Cancer Treatment (ECCT) di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN Suka) Yogyakarta. Seminar ini sangat menarik perhatian sehingga diikuti para dokter, bidan, tenaga kesehatan, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Dijelaskan Warsito, metode ECCT ini menggunakan energi listrik rendah sehingga hanya merusak sel-sel kanker. Sedangkan sel-sel yang bukan kanker tetap aman. "Kalau menggunakan energi tinggi bisa membunuh sel kanker, tetapi juga merusak sel-sel di sekitarnya," kata doktor lulusan Shizuoka University Jepang ini. 

Warsito mengibaratkan pengobatan dengan ECCT ini mengikuti sunatullah sehingga aman bagi penderitanya. Untuk pengobatan, Warsito telah menciptakan alat berbentuk helm, rompi, dan celana.

"Di dalam helm, rompi dan celana itu ada semacam plat antena. Plat itu bermuatan listrik negatif dan positif dan dapat menimbulkan gelombang listrik rendah sekitar 3 Volt. Gelombang ini bisa mempengaruhi sel kanker yang memiliki muatan listrik tinggi dan sel kanker bisa hancur karena gelombang listrik rendah yang akan terbuang melalui keringat dan fases berwarna gelap," kata Warsito kepada Republika di sela-sela seminar.

Metode yang dikembangkan sejak 2008-2009 ini pertama kali diterapkan pada kakak Warsito yang menderita kanker payudara stadium empat. Waktu itu kakaknya telah divonis sis hidupnya atinggal dua tahun, namun dengan ECCT berhasil disembuhkan dan kini kakaknya masih sehat. Kini sudah ribuan penderita kanker yang dapat disembuhkan.

Penyembuhan dengan metode ECCT, kata Warsito, tidak membutuhkan biaya tinggi. "Selama ini penyembuhan kanker identik dengan biaya tinggi seperti menjual tanah, menjual rumah, menjual mobil, menjual motor. Kalau dengan ECCT, insyallah tidak sampai menjual motor," katanya.

Biaya tersebut, lanjut Warsito, digunakan biaya riset 30 persen, pembuatan bahan terapi 30 persen dan sisanya untuk operasional. "Yang jelas, tak ada yang harus dijual untuk pengobatan," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement